Sondag 14 April 2013

Islam Pada Masa Abbasiyah


MAKALAH
Islam Pada Masa Khalifah Bani Abbasiyah
Untuk Memenuhi Persyaratan Mata Kuliah “Sejarah Peradaban Islam”
Dosen Pembimbing :
Dr. A. Muh. Idris S.Ag, M.Ag
Disusun Oleh :
Tirta Safira Modeong
Jurusan/Prodi :
Tarbiyah / PAI 3
Semester 3
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Manado
2012



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pemerintahan Abbasiyah adalah berketurunan dari pada al-Abbas, panan Nabi Muhammad SAW pendiri kerajaan al-Abbas ialah Abdullah as-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas, dan pendirinya dianggap suatu kemenangan bagi idea yang dianjurkan oleh kalangan Bani Hasyim setelah kewafatan Rasulullah SAW, agar jabatan khalifah diserahkan kepada keluarga Rasul dan sanak saudaranya. Tetapi idea ini telah dikalahkan di zaman permulaan Islam, di mana pemikiran Islam yang sehat menetapkan bahwa jabatan khalifah itu adalah milik kepunyaan seluruh kaum Muslimin, dan mereka berhak melantik siapa saja antara kalangan merekauntuk menjadi ketua setelah mendapat dukungan. Tetapi orang-orang Parsi yang masih berpegang kepada prinsip tersebut, sehingga mereka berhasil membawah Bani Hasyim ke tampuk pemerintahan. Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
Zaman pemerintahan Abbasiyah yang pertama merupakan puncak zaman sejarah Islam. Di zaman ini kaum Muslimin mulai berhubungan dengan kebudayaan-kebudayaan asing seperti kebudayaan Parsi, kebudayaan Hindu, dan kebudayaan Greek, dan telah menterjemahkan karya-karya penyelidikkan yang terpenting ke dalam bahasa Arab. Walaupun banyak sumber-sumber asli yang di terjemahkan itu telah hilang, dan yang tertinggal hanya terjemahan-terjemahan dalam bahasa Arab saja, namun terus terpelihara sebagai kebudayaan-kebudayaan yang amat tinggi nilainya.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka pemakalah dapat mengambil suatu rumusan masalah dan akan di batasi dalam permasalahan yang di ambil, sebagai berikut :
a.       Bagaimana Sejarah dan Proses Terbentuknya Awal Berdirinya Pemerintahan Abbasiyah ?
b.      Bagaimana Pemerintahan dan Kepemimpinan Abbasiyah ?
c.       Apa saja kontribusi pemerintahan Abbasiyah ?
d.      Jelaskan bagaimana kemunduran Dinasti Abbasiyah !

C.    Tujuan
Untuk mengetahui & mengulas kembali Sejarah Peradaban Islam pada masa Khalifah Bani Abbasiyah agar kita semua dapat mengambil nilai-nilai positif & semangat untuk memperjuangkan islam & dapat mengaktualisasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari.

















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah dan Awal Berdirinya Pemerintahan Abbasiyah
Awal berdirinya Bani Abbasiyah adalah dikarenakan pada masa pemeritahan Bani Umayyah pada masa pemerintahan Khalifah Hasyim bin Abdi al-Malik muncul kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang dipelopori keturunan al-Abbas bin Abdul al-Muthalib. Gerakkan ini mendapat dukungan penuh dari golongan syiah dan kaum mawali yang merasa di kelas duakan oleh pemerintaan Bani Umayyah.[1]
Pada abad ke-7 terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan pertama dilakukan oleh keturunan Abbas, yaitu Muhammad ibn Ali, kemudian Ibrahim ibn Muhammad hingga pemberontakan yang paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang antara pasukan Abu al-Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah) yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abu al-Abbas di Fustat, Mesir pada 132 H / 750 M. Sejak itu, secara resmi Dinasti Abbasiyah mulai berdiri.[2]
Pada waktu itu ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Umayyah lemah dan membawahnya kepada kehancuran, akhirnya pada tahun 132 H (750 M) tumbanglah Daulah Umayyah dengan terbunuhnya Khalifah terakhir yaitu Marwan bin Muhammad dan pada tahun itu berdirilah kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khalifah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW., dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah bin al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang dari tahun 132 H sampai dengan 656 H. selama berkuasa pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya.
Kekuasaan Dinasti Bani Abbas atau Khalifah Abbasiyah, sebagaimana disebutkan, melanjutkan Dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Dinasti Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti abbasiyah didirikan oleh Abdullah as-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang dari tahun 132 H (750 M) sampai dengan 656 H (1258 M).[3]
Ketika Dinasti Umayyah berkuasa Bani Abbas telah melakukan usaha perebutan kekuasaan. Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal liberal dan memberikan toleransi pada kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakkan itu didahului oleh saudara-saudara dari Bani Abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad serta Ibrahim al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan, meskipun belum melakukan gerakkan yang bersifat politik. Sementara itu Ibrahim meninggal dalam penjara karena tertangkap, setelah menjalani hukuman kurungan karena melakukan gerakkan makar. Barulah usaha perlawanan itu berhasil ditangan Abu Abbas, setelah melakukan pembantaian terhadap seluruh Bani Umayyah, termasuk khalifah Marwan II yang sedang berkuasa.[4]
Orang-orang Abbasiyah, sebut saja Bani Abbas merasa lebih berhak dari pada Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah keturunan Bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang-orang umayyah secara paksa manguasai kekhalifahan melaluui tragedi perang siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah mereka mengadakan gerakkan yang luar biasa dalam bentuk pemberontakkan terhadap Bani Umayyah.[5]
Pergantian kekuasaan Dinasti Umayyah oleh Dinasti Bani Abbasiyah diwarnai dengan pertumpahan darah. Salah satunya Bani Abbasiyah membunuh setiap anak dari kalangan Bani Umayyah, kemudian menghamparkan permadani di atas jasad-jasad mereka sebagiannya masih menggeliat dan gemetaran, lalu mereka duduk di atasnya sambil makan. Mereka juga membunuh semua anggota keluarga Bani Umayyah yang ada di kota Basrah.[6]
Meskipun kedua Dinasti ini berlatar belakang agama Islam, akan tetapi dalam pergantian posisi pemerintahan melalui perlawanan yang panjang dalam sejarah Islam.[7]
Dalam sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah, menjelang akhir Daulah Amawiyah I, terjadi bermacam-macam kekacauan yaitu :
1.      Penindasan yang terus-menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya.
2.      Merendahkan kaum Muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan.
3.      Pelanggaran terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia dengan terang-terangan.[8]
Oleh karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan mendirikan gerakkan rahasia untuk menumbangkan Daulah Amawiyyah. Gerakkan ini menghimpun.
a)      Keturunan Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah
b)      Keturunan Abbas (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim al-Iman
c)      Keturunan bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-Khurasany.
Kekacauan-kekacauan yang timbul menjelang tumbangnya Daulah Umayyah tersebut tidak lain karena kekeliruan-kekeliruan dan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh para khalifah dan pembesar Negara lainnya sehingga terjadilah pelanggaran-pelanggaran terhadap ajaran Islam. Selain kesalahan-kesalahan yang telah disebutkan diatas, mereka juga mendasarkan politik kepegawaian pada klan, golongan, suku, kaum dan kawan. Hal inilah yang memicu munculnya pemberontakan-pemberontakan pada Daulah Umayyah.[9]
Adapun rincian susunan penguasa pemerintahan Bani Abbasiyah ialah sebagai berikut :
Bani Abbas (750-932 M)
1.      Khalifah Abu Abbas As-Saffah (750-754 M)
2.      Khalifah Abu Jakfar al-Mansur (754-775 M)
3.       Khalifah al-Mahdi (775-785 M)
4.      Khalifah al-Hadi (785- 786 M)
5.      Khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M)
6.      Khalifah al-Amin (809-813 M)
7.      Khalifah al-Makmun (813-833 M)
8.      Khalifah al-Muktasim (833-842 M)
9.      Khalifah al-Wasiq (842-847 M)
10.  Khalifah al-Mutawakkil (847-861 M)
11.  Khalifah al-Muntasir (861-862 M)
12.  Khalifah al-Mustain (862-866 M)
13.  Khalifah al-Muktazz (866-869 M)
14.  Khalifah al-Muhtadi (869-870M)
15.  Khalifah al-Muktamid (870-892 M)
16.  Khalifah  al-Muktadid (892-902 M)
17.  Khalifah al-Muktafi (902-908 M)
18.  Khalifah al-Muktadir (908-932 M)
Bani Buwaihi (908-1075 M)
1.      Khalifah al-Kahir (932-934 M)
2.      Khalifah ar-Radi (934-940 M)
3.      Khalifah al-Mustaqi (940-944 M)
4.      Khalifah al-Muktakfi (944-946 M)
5.      Khalifah al-Mufi (946-974 M)
6.      Khalifah at-Tai (974-991 M)
7.      Khalifah al-Kadir (991-1031 M)
8.      Khalifah al-Kasim (1031-1075 M)
Bani Saljuk (1075-1258 M)
1.      Khalifah al-Mustazhir (1074-1118 M)
2.      Khalifah al-Mustasid (1118-1135 M)
3.      Khalifah ar-Rasyid (1135-1136 M)
4.      Khalifah al-Mustafi (1136-1160 M)
5.      Khalifah al-Mustanjid (1160-1170 M)
6.      Khalifah al-Mustadi (1170-1180 M)
7.      Khalifah an-Nasir (1180- 1224 M)
8.      Khalifah az-Zahir (1224-1226 M)
9.      Khalifah al-Mustansir (1226-1242 M)
10.  Khalifah al-Muktasim (1242-1258 M)
B.     Pemerintahan dan Kepemimpinan Abbasiyah
Pemerintahan Abbasiyah adalah berketurunan dari pada al-Abbas, paman Nabi SAW pendiri kerajaan al-Abbas as-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas, dan pendiriannya di anggap suatu kemenangan bagi idea yang dianjurkan oleh kalangan Bani Hasyim setelah kewafatan Rasulullah SAW agar jabatan khalifah diserahkan kepada keluarga Rasul dan sanak saudaranya.[10] Tetapi idea ini telah dikalahkan di zaman permulaan Islam, di mana pemikiran Islam yang sehat menetapkan bahwa jabatan khalifah itu adalah milik kepunyaan seluruh kaum Muslimin, dan mereka berhak melantik siapa saja antara kalangan mereka untuk menjadi ketua setelah mendapat dukungan. Tetapi orang-orang Parsi yang masih berpegang kepada prinsip hak ketuhanan yang suci, terus berusaha menyebarkan prinsip tersebut, sehingga mereka berhasil membawah Bani Hasyim ke tampuk pemerintahan. Selama dinasti ini berkuasa, pada pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, social dan budaya. [11]
Pada pandangan publik umumnya, golongan Alawiyin adalah lebih dekat kepada Rasulullah SAW, karena kedudukan Fatimah yang menjadi anak baginda, dan juga karena kedudukkan Ali yang `  menjadi sepupu dan menantu baginda. Kemudian karena keutamaan Ali yang telah memeluk agama Islam terlebih dahulu dari yang lain-lain serta perjuangannya yang terkenal untuk menegakkan Islam. Tetapi golongan Abbasiyah setelah berkuasa lantas mengumumkan bahwa mereka lebih utama dari Bani Hasyim untuk mewarisi Rasulullah SAW karena moyang mereka ialah paman baginda dan pusaka peninggalan tidak boleh diperoleh oleh pihak sepupu, jika ada paman, dan keturunan dari anak perempuan tidak mewarisi pusaka datuk dengan adanya pihak ‘Ashabah.
Daulah Bani Abbasiyah diambil dari nama al-Abbas bin Abdul Mutholib, paman Nabi Muhammad SAW. Pendirinya ialah Abdullah as-Saffah bin Alibin Abdullah bin al-Abbas, atau lebih dikenal dengan sebutan Abdul Abbas as-Saffah. Daulah Bani Abbasiyah berdiri antara tahun 132-656 H / 750-1258 M.[12] lima abad setengah abad lamanya keluarga Abbasiyah menduduki singgasana khilafah Islamiyah. Pusat pemerintahannya di kota Baghdad.[13]
Tokoh pendiri Daulah Bani Abbasiyah adalah Abdul Abbas as-Saffah, Abu Ja’far al-Mansur, Ibrahim al-Imam dan Abu Muslim al-Khurasani, Bani Abbasiyah mempunyai kholifah sebanyak 37 orang. Dari masa pemerintahan Abdul Abbas as-Saffah sampai Khalifah al-Wasiq Billah agama Islam mencapai zaman keemasan (132-232 H / 749-879 M).[14]  dan pada masa kholifah al-Mutawakkil sampai dengan al-Mu’tasim, Islam mengalami masa kemunduran dan keruntuhan akibat serangan bangsa Mongol Tartar pimpinan Hulakho Khan pada tahun 656 H/1258 M.[15]
Pemerintahan Abbasiyah berlanjutan dari tahun 132 H., hingga tahun 656 H,. temponya ialah selama 524 tahun. Pada tahun 656 H,. kaum Tatar melanggar duni Islam, membunuh khalifah Abbasiyah serta kaum keluarganya dan mengumumkan berakhirnya pemerintahan Abbasiyah.
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode:[16]
Periode Pertama (132-232 H/750-874 M)
Periode Pengaruh Persia Pertama
Sebagaimana diketahui Daulah Bani Abbasiyah didirikan oleh Abu Abbas. Dikatakan demikian, karena dalam Daulah Abbasiyah berkuasa dua dinasti lain disamping Dinasti Abbasiyah. Ternyata dia tidak lama berkuasa, hanya 4 tahun. Pengembangan dalam arti sesungguhnya dilakukan oleh penggantinya, yaitu Abu Ja’far al-Mansur (754-775 M). Dia memerintah dengan kejam, yang merupakan modal bagi tercapainya masa kejayaan Daulah Abbasiyah.[17]  
Pada periode awal pemerintahan Dinasti Abbasiyah masih menekankan pada kebijakkan perluasan daerah. Kalau dasar-dasar pemerintahan Daulah Abbasiyah ini telah diletakkan dan di bangun oleh Abu Abbas as-Safak dan Abu Ja’far al-Mansur, maka puncak keemasan dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, sejak masa khalifah al-Mahdi (775-785 M) hingga khalifah al-Wasiq (842-847 M). zaman keemasan telah dimulai pada pemerintahan pengganti khalifah al-Ja’far, dan mencapai puncaknya di masa pemerintahan Harun al-Rasyid. Dimasa-masa itu para khalifah mengembangkan berbagai jenis kesenian, terutama kesusteraan pada khususnya dan kebudayaan pada umumnya.
Periode Kedua (232-334 H/874-945 M)
Masa Pengaruh Turki pertama
Kebijakkan khalifah al-Mukasim untuk memilih anasir Turki dalam ketentaraan kekhalifahan Abbasiyah dilatarbelakangi oleh  adanya persaingan antara golongan Arab dan Persia pada masa al-Makmun dan sebelumnya. Khalifah al-Mutawakil (842-861 M) merupakan awal dari periode ini adalah khalifah yang lemah.
Pemberontakkan masih bermunculan dalam periode ini, seperti pemberontakkan Zanj di dataran rendah Irak selatan dan Karamitah yang berkuasa di Bahrain. Faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran Bani Abbas pada periode ini adalah : Pertama, luasnya wilayah kekuasaan yang harus dikendalikan, sementara komunikasi lambat. Kedua, profesionalisasi tentara menyebabkan ketergantungan kepada mereka menjadi sangat tinggi. Ketiga, kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara sangat besar. Setelah kekuatan militer merosot, khalifah tidak sanggup lagi memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.[18]
Periode Ketiga (334-447 H/945-1055 M)
Masa kekuasaan dinasti Buwaihi, disebut juga masa pengaruh Persia kedua posisi Daulah Abbasiyah yang berada di bawah kekuasaan Bani Buwaihi merupakan cirri utama periode ketiga ini. Keadaan khalifah lebih buruk ketimbang di masa sebelumnya, lebih-lebih karena Bani Buwaihi menganut aliran Syi’ah. Akibatnya kedudukan khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Sementara itu Bani Buwaihi telah membagi kekuasaannya kepada tiga bersaudara. Ali menguasai wilayah bagian selatan Persia, Hasan menguasai wilayah bagian utara, dan Ahmad menguasai wilayah al-Ahwaz, Wasith, dan Baghdad. Baghdad dalam periode ini tidak sebagai pusat pemerintahan Islam, krena telah pindah ke Syiraz di mana berkuasa Ali bin Buwaihi.[19]
Periode Keempat (447-590 H/1055-1194 M)
Masa kekuasaan Bani Saljuk, disebut juga masa pengaruh Turki kedua Periode keempat ini ditandai oleh kekuasaan Bani Saljuk dalam Daulah Abbasiyah. Kehadirannya atas undangan khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani Buwaihi di Baghdad. Keadaan khalifah memang sudah membaik, paling tidak karena kewibawaannya dalam bidang agama sudah kembali setelah beberapa lama dikuasai orang-orang Syiah.
Periode Kelima (590-656 H/1199-1258 M)
Masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad. Telah terjadi perubahan besar-besaran dalam periode ini. Pada periode ini, khalifah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah menunjukkan kelemahan politiknya, pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar menghancurkan Baghdad tanpa perlawanan pada tahun 656 H/1256 M.[20]
C.     Kemajuan Dinasti Abbasiyah
Peradaban Islam mengalami puncak kejayaan pada masa Dinasti Abbasiyah. Di buktikan dengan menerjemahkan naskah-naskah asing terutama yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, pendirian pusat ilmu pengetahuan dan perpustakaan Bait al-Hikmah dan terbentuknya madzhab-madzhab ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai buah dari kebebasan berfikir yang menjadi cirri khas.
Kemajuan peradaban Islam sebagian disebabkan oleh stabilitas politik dan kemajuan ekonomi kerajaan yang pusat kekuasaannya terletak di Baghdad. Adapun kemajuan peradaban Islam yang dibuat oleh Dinasti Abbasiyah adalah[21] :
1.      Bidang Politik dan Pemerintahan
Kemajuan politik dan pemerintahan yang dilakukan oleh Dinasti Abbasiyah :
a.       Memindahkan pusat pemerintahan dari Damaskus ke Baghdad. Kemudian menjadikan Baghdad sebagai pusat kegiatan politik, ekonomi, social dan kebudayaan. Dijadikan “kota pintu terbuka” sehingga segala macam bangsa yang menganut berbagai keyakinan diizinkan bermukim didalamnya. Dengan demikian jadilah Baghdad sebagai kota internasional yang sangat sibuk dan ramai.
b.      Membentuk Wizarat untuk membantu khalifah dalam menjalankan pemerintahan Negara. Yaitu Wizaratul Tanfiz sebagai pembantuk khalifah dan bekerja atas nama khllifah dan Wizaratul Rafwidl sebagai orang yang diberi kuasa untuk memimpin pemerintah, sedangkan khalifah sendiri hanya sebagai lambing.
c.       Membentuk Diwanul Kitaabah (Sekretaris Negara) yang tugasnya menjlankan tata usaha Negara.
d.      Membentuk Nidhamul Idary al-Markazy yaitu sentralisasi wilayah dengan cara wilayah jajahan dibagi dalam beberapa provinsi yang dinamakan Imaarat, dengan gubernurnya yang bergelar Amir atau Hakim. Kepala daerah hanya diberikan hak otonomi terbatas, yang mendapat otonomi penuh adalah “al-Qura” atau desa dengan kepala desa yang bergelar Syaikh al-Qariyah. Hal ini jelas untuk membatasi kewenangan kepala daerah agar tidak menyusun pasukkan untuk melawan Baghdad.
e.       Membentuk Amirul Umara yaitu panglima besar angkatan perang Islam untuk menggantikan posisi khalifah dalam keadaan darurat.
f.       Memperluas fungsi Baitul Maal, dengan cara membentuk tiga dewan; Diwanul Khazaanah untuk mengurusi keuangan Negara, Diwanul al-Azra’u untuk mengurusi kekayaan Negara dan Diwan Khazaainus Sila, untuk mengurus perlengkapan angkatan perang.
g.      Menetapkan tanda kebesaran seperti al-Burdah yaitu pakaian kebesaran yang berasal dari Rasul, al-Khatim yaitu cincin stempel dan al-Qadlib semacam pedang, dan kehormatan. Al-Khutbah, pembacaan doa bagi khalifah dalam khutbah Jum’at, as-Sikkah, pencantuman nama khalifah atas mata uang dan Ath-Thiraz, lambing khalifah yang harus dipakai oleh tentara dan pegawai pemerintah untuk khalifah.
h.      Membentuk organisasi kehakiman, Qiwan Qadlil Qudha (Mahkamah Agung), dan al-sutrah al-Qadlaiyah (jabatan kejaksan), Qudhah al-Aqaalim (hakim provinsi yang mengetahui Pengadilan Tinggi), serta Qudlah al-Amsaar (hakim kota yang mengetahui Pengadilan negeri).
i.        Bidang Ekonomi pada masa awal pemerintahan Abbasiyah, pertumbuhan ekonomi cukup stabil, devisa Negara penuh melimpah. Khalifah al-Mansur adalah tokoh ekonomi Abbasiyah yang telah mampu meletakkan dasar-dasar yang kuat dalam bidang ekonomi dan keungan Negara (Baitul Maal).
2.      Bidang Pertanian
Di sektor pertanian, pemerintah membangun sistem irigasi dank anal di sungai Eufrat dan Tigris yang mengalir sampai teluk Persia, sehingga tidak ada lagi daerah pertanian yang tidak terjangkau irigasi. Kemudian kota Baghdad di samping sebagai kota politik agama, dan kebudayaan, juga merupakan kota perdagangan terbesar di dunia, sedangkan Damaskus merupakan kota kedua. Sungai Tigris dan Eufrat menjadi kota transit perdagangan antar wilayah-wilayah Timur seperti Persia, India, China dan nusantara dan wilayah Barat seperti Eropa dan Afrika Utara sebelum ditemukan jalan laut menuju Timur melalui Tanjung Harapan di Afrika Selatan. Selain itu, barang-barang hasil dari wilayah bagian Barat. Di kerajaan ini juga, sudah terdapat berbagai macam industri seperti kain Linen di Mesir, Sutra di Suriah dan Irak, Kertas di Samarkand, serta hasil-hasil pertanian seperti Gandum dari Mesir dan Kurma dari Irak.
3.      Lembaga dan Kegiatan Ilmu Pengetahuan
Pada masa Dinasti Abbasiyah pengembangan keilmuan dan teknologi diarahkan ke dalam Ma’had. Lembaga ini dikenal ada dua tingkatan. Pertama, Maktab/Kuttab dan Masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, menghitung, menulis, anak-anak remaja belajar dasar-dasar ilmu agama serta tempat pengajian dari ulama-ulama yang merupakan kelompok-kelompok (Khaliqah), tempat berdiskusi dan Munazarah dalam berbagai ilmu pengetahuan dan juga dilengkapi dengan ruangan perpustakaan dengan buku-buku dari berbagai macam disiplin ilmu. Disamping itu, di masjid-masjid ini dilengkapi juga dengan berbagai macam fasilitas pendidikan penunjang lainnya. Kedua, bagi pelajar yang ingin mendalami ilmunya, bias pergi keluar daerah atau ke masjid-masjid atau bahkan ke rumah-rumah gurunya. Karena semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, baik mengenai agama maupun umum maka semakin banyak khalaqah-khalaqah (lingkaran pengajaran), yang tidak mungkin tertampung di dalam ruang masjid. Maka pada perkembangan selanjutnya mulai di buka madrasah-madrasah yang di pelopori oleh Nizhamul Muluk. Lembaga inilah yang kemudian yang berkembang pada masa Dibasti Abbasiyah. Madrasah ini dapat di temukan di Baghdad, Balkar, Isfahan, Basrah, Musail dan kota lainnya mulai dari tingkat rendah, menengah, serta meliputi segala bidang ilmu pengetahuan.[22]
4.      Gerakkan Penerjemah
Pelopor gerakkan penerjemah pada awal pemerintahan Dinasti Abbasiyah adalah khalifah al-Mansur yang juga membangun kota Baghdad. Dia mempekerjakan orang-orang Persia yang baru masuk Islam seperti Nuwbhat, Ibrahim al-Fazari dan Ali Ibnu Isa untuk menerjemahkan karya-karya berbahasa Persia dalam bidang Astronomi yang sangat berguna bagi khalifah dengan baik dari darat maupun laut.
Buku tentang ketatanegaraan dan politik serta moral seperti kalila wa Dimma Sindhind dalam bahasa Persia diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Selain itu, Manuskrip berbahasa Yunani seperti logika karya Aristoteles, Al-Magest karya Ptolemy, Arithmetic karya Nicomachus dan Gerase, Geometri karya Euclid. Manuskrip lain yang berbahasa Yunani Klasik, Yunani Bizantium dan Bahasa Pahlavi (Persia Pertengahan), bahasa Neo-Persia dan bahasa Syiria juga di terjemahkan.
Penerjemahan secara langsung dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab dipelopori oleh Hunayn Ibn Isyaq (w. 873 H) seorang penganut Nasrani dari Syiria. Dia memperkenalkan metode penerjemahan baru yaitu menerjemahkan kalimat, bukan kata per kata.[23] Metode ini lebih dapat memahami isi naskah karena struktur kalimat dalam bahasa Yunani berbeda dengan struktur kalimat dalam bahasa Arab.
Pada masa al-Ma’mun karena keinginan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan demikian pesat, dia membentuk tim penerjemah yang diketahui langsung oleh Hunayn Ibn Isyaq sendiri, dibantu Ishaq anaknya dan Hubaish keponakannya serta ilmuwan lain seperti Qusta Ibn Luqa, Jocabite seorang Kristen, Abu Bisr Matta Ibn Yunus seorang Kristen Nestorian, Ibn A’di, Yahya Ibn Bitriq dan lain-lain. Tim ini bertugas menerjemahkan naskah-naskah Yunani terutama yang berisi ilmu-ilmu yang sangat diperlukan seperti kedokteran. Keberhasilan penerjemahan juga didukung oleh fleksibilitas bahasa Arab dalam menyerap bahasa Asing dan kejayaan kosakata bahasa Arab.
5.      Baitul Hikmah
Baitul Hikmah merupakan perpustakaan yang juga berfungsi sebagai pengembangan ilmu pengetahuan. Institusi ini adalah kelanjutan dari Jandishapur Academy yang ada pada masa Sasania Persia. Namun, berbeda dari institusi pada masa Sasania yang hanya menyimpan puisi-puisi dan cerita-cerita untuk raja, pada masa Abbasyiah institusi ini diperluas kegunaannya. Pada masa Harun Ar-Rasyid institusi ini bernama Khizanah al-Hikmah (Khazanah Kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian.           
Sejak tahun 815 M, al-Ma’mun mengembangkan lembaga ini dan diubah namanya menjadi Bait al-hikmah. Pada masa ini juga, Bait al-Hikmah dipergunakan secara lebih modern yaitu sebagai penyimpanan buku-buku kuno yang didapat dari Persia, Byzantium, bahkan Ethiopya dan India. Selain itu Bait al-Hikmah berfungsi sebagai kegitan studi dan riset astronomi untuk meneliti perbintangan dan matematika. Di intitusi ini al-ma’mun memperkerjakan Muhammad Ibn Hawarizmi yang ahli bidang al-Jabar dan Astronomi dan orang-orang Persia bahkan Direktur perpustakaan adalah seorang nasionalis Persia dan ahli Pahlewi Sahl Ibn Harun.
4.      Bidang Keagamaan
Pada masa Abbasyiah, ilmu dan metode tafsir mulai berkembang, terutama dua metode penafsiran, yaitu Tafsir bil al-Ma’tsur dan Tafsir bi al-Ra’yi. Tokoh tafsir terkenal seperti Ibn Jarir at-Tabary, Ibn atiyah, Abu bakar Asam (Mu’tazilah), Abu Muslim Muhammad Ibn Bahr Isfahany (Mu’tazilah), dll.
Dalam bidang hadits, mulai dikenal ilmu pengklasifikasian hadits secara sistematis dan kronologis seperti, Shahih, Dhaif, dan Maudhu’. Bahkan juga sudah diketemukan kritik Sanad, dan Matan, sehingga terlihat Jarrah dan Takdil Rawi yang meriwayatkan Hadits tersebut.  Ahli hasits terkenal dizaman ini adalah Imam Bukhari (w 256 H), Imam Muslim (w 261 H), Ibn Majah (w 273 H), Abu Daud (w 275 H), at Tirmidzi, An-nasa’I (303 H), dll.
Dalam bidang Fiqh,  muncul kitab Majmu’ al-Fiqh karya Zaid Ibn Ali (w740) yang berisi tentang Fiqh Syi’ah Zaidiyah. Kemudian lahir Fuqaha seperti Imam Hanafi (w 767), seorang hakim agung dan pendiri Madzab Hanafi, Malik ibn Anas (w 795), Muhammad Ibn Idris as-Syafa’e( 820 M), Imam Ahmad Ibn Hambal (w 855).
Dalam bidang filsafat dan ilmu kalam, lahir pada filosofis Islam terkemuka seperti Ya’qub Ibn Ishaq al-Kindi, Abu Nashr Muhammad al-Farabi, Ibn Barjah, Ibn Tufail, dan Imam Gahzali. Dan ilmu Kalam, Mu’tazilah pernah menjadi Mazhab utama pada masa Harun Ar-Rasyid dan al-ma’mun. diantara ahli ilmu kalam adalah Washil Ibn Atha’, Abu Huzail al-Allaf, adh Dhaam, Abu Hasan Asy-ary, dan Imam Ghazali.
Ilmu Lughah juga berkembang dengan pesat karena bahasa Arab semakin dewasa dan memerlukan suatu ilmu bahasa yang menyeluruh. Ilmu bahasa yang dimaksud adalah Nahwu, Sharaf, Ma-ani, Bayan, Badi, Arudh, dan Insya. Ulama Lughah yang terkenal adalah Sibawaih (w 183), Mu’az al-harra (w 187), Ali Ibn Hamzah al-kisai (w 208 H), dll.
Ilmu Tasawuf berkembang pesat terutama pada masa Abbasyiah II dan seterusnya. Diantara tokoh tasawuf yang terkenal adalah al-Quraisyiri (w 456 H), Syahabbudin (w 632 H), Imam al-Ghazali (w 502 H) dan lain-lain.
5.      Kemajuan Ilmu Pengetahuan, Sains dan Teknologi
Adapun kemajuan yang dicapai umat Islam pada masa Dinasty Abbasyiah dalam bidang ilmu pengetahuan, sains dan teknologi adalah
a)      Astronomi, Muhammad Ibn Ibrahim al-farazi (w 777 M), ia adalah astronom muslim pertama yang membuat astrobe, yaitu alat untuk mengukur ketinggian bintang. Disamping itu, masih ada ilmuwan-ilmuwan Islam lainnya, seperti Ali Ibn Isa al-Asturlabi, al-Farghani, al-battani, al-Khayyan dan al-Tusi.
b)      Kedokteran, pada masa ini dokter pertama yang terkenal adalah Ali Ibn Rabban al-Tabari pengarang buku Firdaus al-Hikmah tahun 850 M, tokoh lainnya adalah ak-razi, al-Farabi, dan Ibn Sina.
c)      Ilmu Kimia, bapak Kimia Islam adalah jabi Ibn hayyan (w 815 M), al-Razi, dan al-Tuqrai yang hidup pada abad ke 12 M.
d)     Sejarah dan Geografi, pada masa ini sejarawan ternama abad ke 3 H adalah ahmad Ibn al-Yakubi, Abu Ja’far Muhammad Ja’far Ibn Jarir al-Tabari. Kemudian ahli Bumi termasyur adalah Ibn Khurdazabah (w 913 H).
e)      Matematika, ahli matematika Islam yang terkenal ialah Al- Khawarizmi, seorang yang menemukan angka nol (0), sedangkan angka 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 0, disebut juga “Angka Arab”.[24]
6.      Kemunduran Dinasti Abbasiyah
Agama Islam yang dalam hal ini memberikan corak kepemimpinan yang disebut sebagai khalifah tentunya memiliki tawaran tersendiri yang memang dianggap pas untuk menjadi penengah di dunia Islam. Salah satu potensi yang dimiliki oleh orang-orang Islam yang menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman adalah, Islam betul-betul mampu menawarkan pemecahan yang damai terhadap segala penyakir sosial. Kedua, mampu menyediakan kesempatan dalam spectrum yang luas bagi aktivis sosial muslim, yang ketiga adalah mampu membangun ikatan kemanusiaan yang mungkin belum pernah ada sebelumnya. Gambaran tersebut tentunya mengisyaratkan bahwa bangunan kekuasaan dalam hal ini (dapat dikonotasikan sebagai kepemimpinan) akan berjalan lancar ketika mengupayakan tiga potensi sebagaimana diuraikan di atas. Sebaliknya, jika mengupayakan suatu bangunan (kepemimpinan) yang tidak berdasar pada konsep Islam (salah satunya adalah taqwa) maka akan terjadi keruntuhan, bahkan kebinasaan yang menghinakan. Hal ini telah Allah wahyukan di dalam Al-Qur’an sebagaimana terdapat dalam Q.S At-Taubah 9 : 109 berikut[25] :
ô`yJsùr& š[¢r& ¼çmuZ»uø^ç/ 4n?tã 3uqø)s? šÆÏB «!$# AbºuqôÊÍur îŽöyz Pr& ô`¨B }§¢r& ¼çmuZ»uø^ç/ 4n?tã $xÿx© >$ãã_ 9$yd u$pk÷X$$sù ¾ÏmÎ/ Îû Í$tR tL©èygy_ 3 ª!$#ur Ÿw Ïöku tPöqs)ø9$# šúüÏJÎ=»©à9$# ÇÊÉÒÈ  
Artinya : “Maka Apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridhaan-(Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan Dia ke dalam neraka Jahannam. dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang- orang yang zalim”.
Sejak periode pertama, sebenarnya banyak tantangan dan gangguan yang dihadapi Dinasti Abbasiyah.[26]Abbasiyah lambat laun mengalami kemunduran sebab-sebab kemunduran Dinasti ini di latar belakangi oleh factor internal dan eksternal.[27] Propaganda dengan cara menghasut dan menyombongkan diri (membanggakan kelompoknya sendiri) yang dilakukan oleh Bani Abbas sangat bertentangan dengan politik Islam dalam al-Qur’an surat al-Qashash ayat 83[28] dikatakan :
y7ù=Ï? â#¤$!$# äotÅzFy$# $ygè=yèøgwU tûïÏ%©#Ï9 Ÿw tbr߃̍ム#vqè=ãæ Îû ÇÚöF{$# Ÿwur #YŠ$|¡sù 4 èpt7É)»yèø9$#ur tûüÉ)­FßJù=Ï9 ÇÑÌÈ  
Artinya  : “Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.”
Ada dua faktor yang menyebabkan runtuhnya Dinasti Abbasiyah, yaitu faktor Internal (dari dalam sendiri), dan faktor eksternal (dari luar).[29] Faktor internal diantaranya. Pertama, perebutan kekuaasaan antar keluarga merupakan pemicu awal yang akhirnya berimplikasi panjang terhadap kehidupan khalifah selanjutnya, terutama suksesi setelah Harun ar-Rasyid. Perebutan antara al-Amien dan al-Ma’mun yang memicu perang sipil besar yang pada akhirnya melemahkan kekuatan militer Abbasiyah dan control terhadap provinsi-provimsi di bawah kekuasaan Abbasiyah. Selanjutnya dari perebutan tersebut melahirkan orang-orang yang tidak kompeten, ditambah lagi terjadi pemisahan antara agama dan politik. Akibatnya terjadi penyalahgunaan kekuasaan dengan cara hidup dalam kemewahan dan pesta potra di Istana karena agama tidak lagi menjadi pengawas. Seperti al-Mutawakkil memiliki 4000 orang selir semuanya pernah tidur seranjang dengan dia. Khalifah al-Mutazz (khalifah ke-13) menggunakan pelana emas dan baju berhiaskan emas.
Kemudian menurut Abu A’la al-Maududi ketika konsep khalifah digantikan dengan system kerajaan maka tiada lagi keahlian kepemimpinan yang mencakup segalanya baik dalam politik maupun agama. Sehingga keberhasilan raja-raja tidak mendapatkan penghargaan dan kewibawaan moral dihati rakyat, walaupun mereka mampu menaklukkan rakyat dengan kekuasaan dan kekuatan, dan mengeksploitasi mereka demi tujuan politisnya. Selain itu secara Sosiologis system kerajaan akan menciptakan paradigma berfikir peodalistik anti kritik, sehingga mudah sekali terjadi penyimpangan-penyimpangan di dalamnya. Kedua, perpecahan di bidang akidah dan di bidang madzhab, yang masing-masing kelompok saling mengklaim paling benar, sehingga memunculkan sikap fanatisme berlebihan. Bahkan khalifah al-Ma’mun melancarkan gerakkan pambasmian kepada orang-orang yang tidak mau tunduk kepada madzhab Mu’tazillah. Hal tersebut kemudian diikuti kembali oleh al-Mutawakkil yang membasmi terhadap golongan Mu’tazillah yang berlebihan akibatnya muncul justifikasi bahwa Baitul Maal adalah milik penguasa, bukan milik umat. Sehingga tidak seorangpun berhak meminta uang itu kemudian. Hal ini memancing reaksi negative dari masyarakat pemberontakan. Masalah ini sebenarnya sudah diperingatkan oleh Rasulullah SAW lewat sabdanya :
“Semakin dekat seseorang pada kursi kekuasaan, semakin jauhlah dia dari Tuhan; semakin banyak jumlah pengikut yang dilmilikinya, semakin jahatlah ia; semakin banyak kekayaan yamg dipunyainya, semakin ketat pulalah perhitungannya.”
Kemudian faktor eksternal yang menyebabkan runtuhnya Dinasti Abbasiyah adalah;[30] Pertama, pemberontakkan terus menerus yang dilakukan oleh kelompok Khawarij, Syi’ah, Murjiah, Ahlusunnah, dan bekas pendukung Dinasti Umayyah yang berpusat di Syiria menyebabkan penguasa Abbasiyah harus selalu membeli perwira pasukkan dari Turki dan Persia. Konsekuensinya meningkat terus ketergantungan pada tentara bayaran dan ini pada gilirannya menguras kas Negara secara financial. Kedua, memberikan kebaikan berlebihan kepada orang-orang Persia dan Turki, Shatariyah di Fars, Samaniyah di Ttansxania, Sajiyyah di Azerbaijan, Buwaihah di Baghdad semuanya dari bangsa Persia. Sedangkan kerajaan yang didirikan oleh orang-orang Turki adalah Thuluniyah di Mesir, Ikhsyidiyah di Turkistan, Ghaznawiyah di Afghanistan dan dilanjukan munculnya Dinasti-Dinasti merdeka Umayyah di Andalusia, Fathimiyah di Afrika Utara, Idrisiyah di Maroko, Rustamiyah, Aghlabiyah, Ziriyyah, Hammadiyah di Jazirah dan Syiria, al-Murabitun, al-Muwahidun di Afrika Utara, Marwaniyah di Diyarbakar, dll. Ketiga, serangan bangsa Mongol yang di pimpin oleh Hulaqu Khan. Baghdad di bumi hanguskan dan diratakan dengan tanah. Khalifah al-Musta’sim dan keluarganya di bunuh, buku-buku yang terkumpul di Baitul Hikmah di bakar dan di buang ke sungai Tigris sehingga berubahlah warna air sungai tersebut menjadi hitam kelam karena lunturan tinta dari buku-buku itu.
Faktor lain yang menyebabkan peran politik bani Abbas menurun adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan. Hal ini sebenarnya juga terjadi pada pemerintahan-perintahan Islam sebelumnya, tetapi apa yang terjadi pada pemerintahan Abbasiyah berbeda pada pemerintahan sebelumnya.[31]
Dalam suatu referensi, Periode kepemimpinan Bani Abbas dibagi menjadi dua fase. Fase pembagian ini didasarkan pada Kemajuan dan keruntuhan Daulat Bani Abbas. Fase pertama ditandai dengan perkembangan Daulat Bani Abbas, sedangkan fase kedua ditandai dengan masa kemunduran Khalifah Bani Abbas.[32]
Kalau ditanya, apa sebenarnya yang menyebabkan hancur dan ambruknya pemerintahan Abbasiyah. Mungkin bisa kita ringkas sebab-sebab kehancuran pemerintahan Abbasiyah sebagai berikut;
1.     Munculnya pemberontakan keagamaan seperti pemberontakan Zinj, Gerakan Qaramithah, Hasyasiyun, Serta Munculnya pemerintahan Ubaidiyah dan kerakan kebatinan.
2.     Adanya dominasi militer atas khalifah dan kekuasaan mereka sehingga banyak menghinakan dan merendahkan para khalifah dan rakyat.
3.     Munculnya kesenangan terhadap materi karena kemudahan hidup yang tersedia saat itu.
4.      Faktor yang paling berbahaya dan menjadi ancaman terbesar bagi kekuasaan khalifah Bani Abbasiya adalah karena mereka telah melupakan salah satu pilar terpenting dari Rukun Islam, yakni Jihad. Andaikata mereka mengarahkan potensi dan energi umat untuk melawan orang-orag salib, tidak akan muncul pemberontakan-pemberontakan yang muncul didalam negeri yang ujungnya hanya mengghancurkan pemerintahan Abbasiyah.
5.     Munculnya serangan orang-orang Mongolia yang mengakhiri semua perjalanan pemerintahan Bani  Abbasiyah.
Disintegrasi akibat kebijakan untuk lebih mengutamakan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam darpada politik, provinsi-provinsi tertentu di Pinggiran mulai melepaskan diri dari genggaman penguasa Bani Abbasiyah. Mereka tidak sekedar memisahkan diri dari kekuasaan khalifah, tetapi memberontak dan berusaha merebut pusat kekuasaan di bagdad. Hal ini dimanfaatkan oleh pihak luar dan banyak mengobankan umat, yang berarti juga menghancurkan sumber daya mannusia.[33]

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Sejarah dan Awal Berdirinya Pemerintahan Abbasiyah adalah dikarenakan pada masa pemeritahan Bani Umayyah pada masa pemerintahan Khalifah Hasyim bin Abdi al-Malik muncul kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang dipelopori keturunan al-Abbas bin Abdul al-Muthalib. Gerakkan ini mendapat dukungan penuh dari golongan syiah dan kaum mawali yang merasa di kelas duakan oleh pemerintaan Bani Umayyah.[34] Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang dipelopori keturunan al-Abbas ibn abd al-Muthalib. Gerakkan ini mendapat dukungan penuh dari golongan syiah dan kaum mawali yang merasa di kelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah. Pada waktu itu ada beberapa factor yang menyebabkan dinasti Umayyah lemah dan membawahnya kepada kehancuran, akhirnya pada tahun 132 H (750 M) tumbanglah Daulah Umayyah dengan terbunuhnya khalifah terakhir yaitu Marwan bin Muhammad dan pada tahun itu berdirilah kekuasaan Dinasti Bani Abbas atau khalifah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW, dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah ibn al-Abbas.
2.      Pemerintahan Abbasiyah adalah berketurunan dari pada al-Abbas, paman Nabi SAW pendiri kerajaan al-Abbas as-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas, dan pendiriannya di anggap suatu kemenangan bagi idea yang dianjurkan oleh kalangan Bani Hasyim setelah kewafatan Rasulullah SAW agar jabatan khalifah diserahkan kepada keluarga Rasul dan sanak saudaranya.[35] Tetapi idea ini telah dikalahkan di zaman permulaan Islam, di mana pemikiran Islam yang sehat menetapkan bahwa jabatan khalifah itu adalah milik kepunyaan seluruh kaum Muslimin, dan mereka berhak melantik siapa saja antara kalangan mereka untuk menjadi ketua setelah mendapat dukungan. Tetapi orang-orang Parsi yang masih berpegang kepada prinsip hak ketuhanan yang suci, terus berusaha menyebarkan prinsip tersebut, sehingga mereka berhasil membawah Bani Hasyim ke tampuk pemerintahan. Selama dinasti ini berkuasa, pada pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, social dan budaya. [36]
Daulah Bani Abbasiyah diambil dari nama al-Abbas bin Abdul Mutholib, paman Nabi Muhammad SAW. Pendirinya ialah Abdullah as-Saffah bin Alibin Abdullah bin al-Abbas, atau lebih dikenal dengan sebutan Abdul Abbas as-Saffah. Daulah Bani Abbasiyah berdiri antara tahun 132-656 H / 750-1258 M.[37] lima abad setengah abad lamanya keluarga Abbasiyah menduduki singgasana khilafah Islamiyah. Pusat pemerintahannya di kota Baghdad.[38]
Tokoh pendiri Daulah Bani Abbasiyah adalah Abdul Abbas as-Saffah, Abu Ja’far al-Mansur, Ibrahim al-Imam dan Abu Muslim al-Khurasani, Bani Abbasiyah mempunyai kholifah sebanyak 37 orang. Dari masa pemerintahan Abdul Abbas as-Saffah sampai Khalifah al-Wasiq Billah agama Islam mencapai zaman keemasan (132-232 H / 749-879 M).[39]  dan pada masa kholifah al-Mutawakkil sampai dengan al-Mu’tasim, Islam mengalami masa kemunduran dan keruntuhan akibat serangan bangsa Mongol Tartar pimpinan Hulakho Khan pada tahun 656 H/1258 M.[40]
3.      Masa Pemerintahan Abbasiyah adalah :
1.      Periode Pertama (132-232 H/750-847 M) Periode Pengaruh Persia Pertama
2.      Periode Kedua (232-334 H/847-945 M) Masa Pengaruh Turki Pertama
3.      Periode Ketiga (334-447 H/945-1055 M)
4.      Periode Keempat (447-590 H/1055-1194 M)
5.      Periode Kelima (590-656 H/1194-1258 M)
4.      Masa kemajuan Abbasiyah selama beberapa decade pasca berdirinya pada tahun 132H/750M, Dinasti Abbasiyah berhasil melakukan konsoidasi internal dan memperkuat control atas wilayah-wilayah yang mereka kuasai. Era kepemimpinan khalifah kedua, Abu Ja’far ibn ‘Abdullah ibn Muhammad al-Mansur (137-158 H/754-775 M), menjadi titik yang cukup krusial dalam proses stabilisasi kekuasaan ini ketika ia mengambil dua langkah besar dalam sejarah kepemimpinannya. Yaitu; Pertama, menyingkirkan para musuh maupun bakal calon musuh (potential and actual rivals) serta menumpas sejumlah perlawanan local di beberapa wilayah kedaulatan Abbasiyah; Kedua, meninggalkan al-Anbar dan membangun Baghdad sebagai ibukota baru, yang beberapa saat kemudian menjadi lokus aktivitas ekonomi, budaya dan keilmuan dunia Muslim saat itu.
5.      Masa Kemunduran dan Kejatuhan Abbasiyah yaitu kejayaan Abbasiyah tupanya hanya sampai periode pertama dari tiga periode yang dipaparkan diatas, setelah itu Abbasiyah mengalami kemunduran. Di antara sebab-sebab kemunduran itu ialah hidup mewah yang terjadi pada para khalifah Abbasiyah dan keluarga serta para pejabatnya karena harta kekayaan yng melimpah dari hasil wilayah yang luas, ditambah lagi dengan industry olahan yang melimpah dan tanah yang subur serta pendapatan pajak dari pelabuhan-pelabuhan yang menghubungkan antara dunia Barat dan Timur

B.     Saran
Mungkin makalah yang saya buat ini belumlah sempurna dan benar dalam penulisan ataupun system penyusunan makalah, dan kiranya teman-teman ataupun dosen agar dapat membimbing pemakalah dalam penulisan makalah yang baik, tepat, benar dan lebih ilmiah lagi.















DAFTAR PUSTAKA
Abu Su’ud, Islamologi, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2003.
Aen, Nurol, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : CV Pustaka Setia, 2008.
Agus, Sunyoto, Suluk Abdul Jalil, Perjalanan RuhaniSyaikh Siti Jenar, Cet. VI, Yogyakarta : PT LKIS Pelangi Aksara, 2006.

Ahmad, Al-Usairy, Sejarah Islam (Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX), Cet.I, Jakarta : Penerbit Akbar Media, 2010.

Ahmed, Akbar S, Citra Islam (Tinjauan Sejarah dan Sosiologi), Cet. 1, Jakarta : Erlangga, 1992.
Al-Maududi, Abdul A’la, Khilafah & Kerajaan, Bandung : PT. Mizan, 1994.
Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Juz 1 – Juz 30. Semarang : PT. Karya Toha Putra,2002.

Dedi, Supriady, Sejarah Peradaban Islam, Cet. X, Bandung : Penerbit Pustaka Setia, 2008.
Hitti, K. Philip, History Of The Arabs diterjemahkan dari History Of Arabs, Jakarta : PT. Serambi Ilmu Serambi, 2005.
Karim, Abdul M, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta : Pustaka Book Publisher, 2007.
Lapidus, Ira, Sejarah Sosialt Islam, Jakarta : Rajawali Press, 1999 .
Mubarok, Jain, Sejarah Peradaban Islam, Bandung:Pustaka Bani Quraisy, 2005.
Saefudin, Didin, Zaman Keemasan Islam Rekonstruksi Sejarah Imperium Dinasti Abbasiyah, Jakarta : PT. Grasindo, 2002.
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Bogor : Prenada Media, 2003.
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, Jakarta Timur : Prenada Media, 2003.
Syalaby, A, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, Jakarta : Al-Husna Zikra, 1997.
Thohir, Ajib,  Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1981.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam Dirayah Islamiyah II, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
http://baiza.blogdetik.com/2011/01/08/zaman -keemasan-islam-era-dinasti-abbasiyah
http://wartanusa.blogspot.com/







BIODATA
Nama                                   :     Tirta Safira Modeong
Tempat Tanggal Lahir      :     Imandi, 05 Februari 1994
No. Hp                                :    082349019965
N.I.M                                  :    11.2.3.077
Alamat Sekarang              :     Ma’had Putri Al-Jamiah
Alamat Daerah              :    Kel. Imandi, Kec. Dumoga Timur, Kab. Bolmong Induk
Kesan & Pesan Kpd Dosen & Teman :
Saya sangat terkesan cara bpk mengajar yg sangat menghargai pendapat & argumen setiap mahasiswa karena menurut saya mahasiswa dengan di berinya ruang untuk bergerak maka semakin luas peluang untuk kami mengembangkan potensi yang di berikan Allah SWT kepada kami & disiplin dalam menerapkan waktu. Nasehat-nasehat & juga pesan-pesan moril dari bpk. Sangatlah baik, & juga sifat humoris bpk. kemudian pesan saya kedepan saya berharap mahasiswa bisa terlatih lebih disiplin lagi & lebih aktif tidak hanya vakum dalam berdiskusi.
Kesan & pesan saya kepd teman”, saya sangat senang bisa kenal dengan kalian semua, kedepannya saya berharap kita lebih solid & tambah semangat dalam belajar karena dalam diskusi kita masih terkesan vakum.


[1] http://wartanusa.blogspot.com/, diakses pada tanggal 12 oktober Pukul 19:35 WITA 
[2] Nurol Aen. Sejarah Peradaban Islam, (Bandung:CV Pustaka Setia, 2008), h.07

[3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h. 49
[4] Abu Su’ud, Islamologi, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2003), h. 72
[5] M. Abdul Karim, sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta : Pustaka Book Publisher, 2007), h. 143

[6] Abdul a’ala al-Maududi, Khilafah & Kerajaan, (Bandung : PT. Mizan, 1994), h. 250
[7] Ajib Thohir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1981), h. 44-45
[8] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, (Bogor : Prenada Media, 2003), h. 47
[9] Jain Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung:Pustaka Bani Quraisy, 2005),  h.42
[10] A. Syalabi, Sejarah Dan Kebudayaan Islam 3, Cet. 9, (Jakarta : PT. Al-Husna Zikra, 1997), h.01 
[11] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001),  h.49
[12] http://id.wikipedia.org/wiki/kekhalifahan_Abbasiyah, diakses pada tanggal 12 Oktober 2012, pukul 19:30 Wita
[13] Http://www.scribd.com/doc/30390315/Daulah-Bani-Abbasiyah, diakses pada tanggal 12 Oktober 2012, pukul 19:30 Wita

[14] http://helmywhy.wordpress.com/dinasti-bani-abbasiyah-2/, diakses pada tanggal 12 Oktober 2012, pukul 19:31 Wita

[15] Chatibul Umam, Sejarah Kebudayaan Islam MTs, (Semarang : Menara Kudus, 1995),  h.11
[16] Bojena Gajane Strzewska, Tarikh al-Daulah al-Islamiyah, (Beirut : al-Maktab al-Tijari, Tanpa Tahun),  h. 360
[17] Abu Su’ud, Islamologi, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2003),  h.74
[18] A. Syalabi, Sejarah Dan Kebudayaan, h. 03
[19] Abu Su’ud, Islamologi, h. 80

[21] Ira Lapidus, Sejarah Sosialt Islam, (Jakarta : Rajawali Press, 1999), h. 193
[22] M, Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta : Pustaka Book Publisher, 2007), h. 67
[23]http://baiza.blogdetik.com/2011/01/08/zaman-keemasan-islam-era-dinasti-abbasiyah, di akses pada tanggal 20 Desember 2012 pukul 17:07 WITA
[24] http://agungpati11.blogspot.com/2012/08/perkembangan-islam-di-jazirah-arab-pada.html, di akses pada tanggal 20 Desember 2012 pukul 18:00 WITA

[25] Kitab Suci Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Juz 1 – Juz 30. (Semarang : PT. Karya Toha Putra, 2002).

[26] Supriady Dedy, Sejarah Peradaban Islam, Cet. X, (Bandung : Penerbit Pustaka Setia, 2008),  h. 35

[27] Musyrifa Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, (Jakarta : Prenada Media, 2003),  h. 56
[28] http;//imaza17.blogspot.com/2012/04/pendidikan-islam-pada-masa-bani.html, di akses pada tanggal 12 Oktober 2012 pukul 19:31 WITA

[29] S. Akbar Ahmed, Citra Islam (Tinjauan Sejarah dan Sosiologi), Cet.1, (Jakarta : Erlangga, 1992), h. 12
[30] Muhamed Al-Wa,  Sistem Politik dan Pemerintahan Islam, Cet.1, (Surabaya : Bina Ilmu, 1983), h. 30
[31] Al-Usairy Ahmad, Sejarah Islam (Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX),Cet.I, (Jakarta : PT. Akbar Media, 2010), h. 30

[32] Sunyoto Agus, Suluk Abdul Jalil, Perjalanan RuhaniSyaikh Siti Jenar, Cet. VI, (Yogyakarta : PT. LKiS Pelangi Aksara, September 2006), h. 105

[34] http://wartanusa.blogspot.com/, diakses pada tanggal 12 oktober Pukul 19:35 WITA 

[35] A. Syalabi, Sejarah Dan Kebudayaan Islam 3, Cet. 9, (Jakarta : PT. Al-Husna Zikra, 1997), h.1 

[36] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h. 49

[37] http://id.wikipedia.org/wiki/kekhalifahan_Abbasiyah, diakses pada tanggal 12 Oktober 2012, pukul 19:30 Wita

[38] Http://www.scribd.com/doc/30390315/Daulah-Bani-Abbasiyah, diakses pada tanggal 12 Oktober 2012, pukul 19:30 Wita

[39] http://helmywhy.wordpress.com/dinasti-bani-abbasiyah-2/, diakses pada tanggal 12 Oktober 2012, pukul 19:31 Wita
[40] Chatibul Umam, Sejarah Kebudayaan Islam MTs, (Semarang : Menara Kudus, 1995),  h. 11

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking