MAKALAH
Islam Pada Masa Khalifah Bani
Abbasiyah
Untuk Memenuhi Persyaratan Mata
Kuliah “Sejarah Peradaban Islam”
Dosen Pembimbing :
Dr. A. Muh. Idris S.Ag, M.Ag
Disusun Oleh :
Tirta Safira Modeong
Jurusan/Prodi :
Tarbiyah / PAI 3
Semester 3
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Manado
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pemerintahan
Abbasiyah adalah berketurunan dari pada al-Abbas, panan Nabi Muhammad SAW
pendiri kerajaan al-Abbas ialah Abdullah as-Saffah bin Muhammad bin Ali bin
Abdullah bin al-Abbas, dan pendirinya dianggap suatu kemenangan bagi idea yang
dianjurkan oleh kalangan Bani Hasyim setelah kewafatan Rasulullah SAW, agar
jabatan khalifah diserahkan kepada keluarga Rasul dan sanak saudaranya. Tetapi
idea ini telah dikalahkan di zaman permulaan Islam, di mana pemikiran Islam
yang sehat menetapkan bahwa jabatan khalifah itu adalah milik kepunyaan seluruh
kaum Muslimin, dan mereka berhak melantik siapa saja antara kalangan merekauntuk
menjadi ketua setelah mendapat dukungan. Tetapi orang-orang Parsi yang masih
berpegang kepada prinsip tersebut, sehingga mereka berhasil membawah Bani
Hasyim ke tampuk pemerintahan. Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan
yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan
budaya.
Zaman
pemerintahan Abbasiyah yang pertama merupakan puncak zaman sejarah Islam. Di
zaman ini kaum Muslimin mulai berhubungan dengan kebudayaan-kebudayaan asing
seperti kebudayaan Parsi, kebudayaan Hindu, dan kebudayaan Greek, dan telah
menterjemahkan karya-karya penyelidikkan yang terpenting ke dalam bahasa Arab.
Walaupun banyak sumber-sumber asli yang di terjemahkan itu telah hilang, dan
yang tertinggal hanya terjemahan-terjemahan dalam bahasa Arab saja, namun terus
terpelihara sebagai kebudayaan-kebudayaan yang amat tinggi nilainya.
B.
Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang di atas maka pemakalah dapat mengambil suatu rumusan masalah dan
akan di batasi dalam permasalahan yang di ambil, sebagai berikut :
a. Bagaimana
Sejarah dan Proses Terbentuknya Awal Berdirinya Pemerintahan Abbasiyah ?
b. Bagaimana
Pemerintahan dan Kepemimpinan Abbasiyah ?
c. Apa
saja kontribusi pemerintahan Abbasiyah ?
d. Jelaskan
bagaimana kemunduran Dinasti Abbasiyah !
C.
Tujuan
Untuk
mengetahui & mengulas kembali Sejarah Peradaban Islam pada masa Khalifah
Bani Abbasiyah agar kita semua dapat mengambil nilai-nilai positif &
semangat untuk memperjuangkan islam & dapat mengaktualisasikannya ke dalam
kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
dan Awal Berdirinya Pemerintahan Abbasiyah
Awal
berdirinya Bani Abbasiyah adalah dikarenakan pada masa pemeritahan Bani Umayyah
pada masa pemerintahan Khalifah Hasyim bin Abdi al-Malik muncul kekuatan baru
yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu
berasal dari kalangan Bani Hasyim yang dipelopori keturunan al-Abbas bin Abdul
al-Muthalib. Gerakkan ini mendapat dukungan penuh dari golongan syiah dan kaum
mawali yang merasa di kelas duakan oleh pemerintaan Bani Umayyah.
Pada abad ke-7 terjadi pemberontakan
diseluruh negeri. Pemberontakan pertama dilakukan oleh keturunan Abbas, yaitu
Muhammad ibn Ali, kemudian Ibrahim ibn Muhammad hingga pemberontakan yang
paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang antara
pasukan Abu al-Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah)
yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abu al-Abbas di Fustat, Mesir pada 132 H
/ 750 M. Sejak itu, secara resmi Dinasti Abbasiyah mulai berdiri.
Pada
waktu itu ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Umayyah lemah dan
membawahnya kepada kehancuran, akhirnya pada tahun 132 H (750 M) tumbanglah
Daulah Umayyah dengan terbunuhnya Khalifah terakhir yaitu Marwan bin Muhammad
dan pada tahun itu berdirilah kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khalifah
Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini keturunan al-Abbas paman
Nabi Muhammad SAW., dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah bin al-Abbas.
Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang dari tahun 132 H sampai
dengan 656 H. selama berkuasa pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda
sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya.
Kekuasaan
Dinasti Bani Abbas atau Khalifah Abbasiyah, sebagaimana disebutkan, melanjutkan
Dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Dinasti Abbasiyah karena para pendiri dan
penguasa dinasti ini adalah keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti
abbasiyah didirikan oleh Abdullah as-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah
bin al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang dari
tahun 132 H (750 M) sampai dengan 656 H (1258 M).
Ketika
Dinasti Umayyah berkuasa Bani Abbas telah melakukan usaha perebutan kekuasaan.
Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah
Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal liberal dan
memberikan toleransi pada kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakkan itu didahului oleh
saudara-saudara dari Bani Abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad
serta Ibrahim al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan, meskipun belum
melakukan gerakkan yang bersifat politik. Sementara itu Ibrahim meninggal dalam
penjara karena tertangkap, setelah menjalani hukuman kurungan karena melakukan
gerakkan makar. Barulah usaha perlawanan itu berhasil ditangan Abu Abbas,
setelah melakukan pembantaian terhadap seluruh Bani Umayyah, termasuk khalifah
Marwan II yang sedang berkuasa.
Orang-orang
Abbasiyah, sebut saja Bani Abbas merasa lebih berhak dari pada Bani Umayyah
atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah keturunan Bani Hasyim yang secara
nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang-orang umayyah
secara paksa manguasai kekhalifahan melaluui tragedi perang siffin. Oleh karena
itu, untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah mereka mengadakan gerakkan yang luar
biasa dalam bentuk pemberontakkan terhadap Bani Umayyah.
Pergantian
kekuasaan Dinasti Umayyah oleh Dinasti Bani Abbasiyah diwarnai dengan
pertumpahan darah. Salah satunya Bani Abbasiyah membunuh setiap anak dari
kalangan Bani Umayyah, kemudian menghamparkan permadani di atas jasad-jasad
mereka sebagiannya masih menggeliat dan gemetaran, lalu mereka duduk di atasnya
sambil makan. Mereka juga membunuh semua anggota keluarga Bani Umayyah yang ada
di kota Basrah.
Meskipun
kedua Dinasti ini berlatar belakang agama Islam, akan tetapi dalam pergantian
posisi pemerintahan melalui perlawanan yang panjang dalam sejarah Islam.
Dalam
sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah, menjelang akhir Daulah Amawiyah I, terjadi
bermacam-macam kekacauan yaitu :
1. Penindasan
yang terus-menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya.
2. Merendahkan
kaum Muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan
dalam pemerintahan.
3. Pelanggaran
terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia dengan terang-terangan.
Oleh karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari
jalan keluar dengan mendirikan gerakkan rahasia untuk menumbangkan Daulah
Amawiyyah. Gerakkan ini menghimpun.
a) Keturunan
Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah
b) Keturunan
Abbas (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim al-Iman
c) Keturunan
bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-Khurasany.
Kekacauan-kekacauan yang timbul
menjelang tumbangnya Daulah Umayyah tersebut tidak lain karena
kekeliruan-kekeliruan dan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh para khalifah
dan pembesar Negara lainnya sehingga terjadilah pelanggaran-pelanggaran
terhadap ajaran Islam. Selain kesalahan-kesalahan yang telah disebutkan diatas,
mereka juga mendasarkan politik kepegawaian pada klan, golongan, suku, kaum dan
kawan. Hal inilah yang memicu munculnya pemberontakan-pemberontakan pada Daulah
Umayyah.
Adapun rincian susunan penguasa pemerintahan Bani
Abbasiyah ialah sebagai berikut :
Bani Abbas
(750-932 M)
1. Khalifah
Abu Abbas As-Saffah (750-754 M)
2. Khalifah
Abu Jakfar al-Mansur (754-775 M)
3. Khalifah al-Mahdi (775-785 M)
4. Khalifah
al-Hadi (785- 786 M)
5. Khalifah
Harun al-Rasyid (786-809 M)
6. Khalifah
al-Amin (809-813 M)
7. Khalifah
al-Makmun (813-833 M)
8. Khalifah
al-Muktasim (833-842 M)
9. Khalifah
al-Wasiq (842-847 M)
10. Khalifah
al-Mutawakkil (847-861 M)
11. Khalifah
al-Muntasir (861-862 M)
12. Khalifah
al-Mustain (862-866 M)
13. Khalifah
al-Muktazz (866-869 M)
14. Khalifah
al-Muhtadi (869-870M)
15. Khalifah
al-Muktamid (870-892 M)
16. Khalifah al-Muktadid (892-902 M)
17. Khalifah
al-Muktafi (902-908 M)
18. Khalifah
al-Muktadir (908-932 M)
Bani Buwaihi
(908-1075 M)
1. Khalifah
al-Kahir (932-934 M)
2. Khalifah
ar-Radi (934-940 M)
3. Khalifah
al-Mustaqi (940-944 M)
4. Khalifah
al-Muktakfi (944-946 M)
5. Khalifah
al-Mufi (946-974 M)
6. Khalifah
at-Tai (974-991 M)
7. Khalifah
al-Kadir (991-1031 M)
8. Khalifah
al-Kasim (1031-1075 M)
Bani Saljuk
(1075-1258 M)
1. Khalifah
al-Mustazhir (1074-1118 M)
2. Khalifah
al-Mustasid (1118-1135 M)
3. Khalifah
ar-Rasyid (1135-1136 M)
4. Khalifah
al-Mustafi (1136-1160 M)
5. Khalifah
al-Mustanjid (1160-1170 M)
6. Khalifah
al-Mustadi (1170-1180 M)
7. Khalifah
an-Nasir (1180- 1224 M)
8. Khalifah
az-Zahir (1224-1226 M)
9. Khalifah
al-Mustansir (1226-1242 M)
10. Khalifah
al-Muktasim (1242-1258 M)
B. Pemerintahan
dan Kepemimpinan Abbasiyah
Pemerintahan
Abbasiyah adalah berketurunan dari pada al-Abbas, paman Nabi SAW pendiri
kerajaan al-Abbas as-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas, dan
pendiriannya di anggap suatu kemenangan bagi idea yang dianjurkan oleh kalangan
Bani Hasyim setelah kewafatan Rasulullah SAW agar jabatan khalifah diserahkan
kepada keluarga Rasul dan sanak saudaranya.
Tetapi idea ini telah dikalahkan di zaman permulaan Islam, di mana pemikiran
Islam yang sehat menetapkan bahwa jabatan khalifah itu adalah milik kepunyaan
seluruh kaum Muslimin, dan mereka berhak melantik siapa saja antara kalangan
mereka untuk menjadi ketua setelah mendapat dukungan. Tetapi orang-orang Parsi
yang masih berpegang kepada prinsip hak ketuhanan yang suci, terus berusaha
menyebarkan prinsip tersebut, sehingga mereka berhasil membawah Bani Hasyim ke
tampuk pemerintahan. Selama dinasti ini berkuasa, pada pemerintahan yang
diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, social dan budaya.
Pada
pandangan publik umumnya, golongan Alawiyin adalah lebih dekat kepada
Rasulullah SAW, karena kedudukan Fatimah yang menjadi anak baginda, dan juga
karena kedudukkan Ali yang ` menjadi
sepupu dan menantu baginda. Kemudian karena keutamaan Ali yang telah memeluk
agama Islam terlebih dahulu dari yang lain-lain serta perjuangannya yang
terkenal untuk menegakkan Islam. Tetapi golongan Abbasiyah setelah berkuasa
lantas mengumumkan bahwa mereka lebih utama dari Bani Hasyim untuk mewarisi
Rasulullah SAW karena moyang mereka ialah paman baginda dan pusaka peninggalan
tidak boleh diperoleh oleh pihak sepupu, jika ada paman, dan keturunan dari
anak perempuan tidak mewarisi pusaka datuk dengan adanya pihak ‘Ashabah.
Daulah
Bani Abbasiyah diambil dari nama al-Abbas bin Abdul Mutholib, paman Nabi
Muhammad SAW. Pendirinya ialah Abdullah as-Saffah bin Alibin Abdullah bin
al-Abbas, atau lebih dikenal dengan sebutan Abdul Abbas as-Saffah. Daulah Bani
Abbasiyah berdiri antara tahun 132-656 H / 750-1258 M.
lima abad setengah abad lamanya keluarga Abbasiyah menduduki singgasana
khilafah Islamiyah. Pusat pemerintahannya di kota Baghdad.
Tokoh
pendiri Daulah Bani Abbasiyah adalah Abdul Abbas as-Saffah, Abu Ja’far
al-Mansur, Ibrahim al-Imam dan Abu Muslim al-Khurasani, Bani Abbasiyah
mempunyai kholifah sebanyak 37 orang. Dari masa pemerintahan Abdul Abbas
as-Saffah sampai Khalifah al-Wasiq Billah agama Islam mencapai zaman keemasan
(132-232 H / 749-879 M). dan pada masa kholifah al-Mutawakkil sampai
dengan al-Mu’tasim, Islam mengalami masa kemunduran dan keruntuhan akibat
serangan bangsa Mongol Tartar pimpinan Hulakho Khan pada tahun 656 H/1258 M.
Pemerintahan
Abbasiyah berlanjutan dari tahun 132 H., hingga tahun 656 H,. temponya ialah
selama 524 tahun. Pada tahun 656 H,. kaum Tatar melanggar duni Islam, membunuh
khalifah Abbasiyah serta kaum keluarganya dan mengumumkan berakhirnya
pemerintahan Abbasiyah.
Berdasarkan
perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan biasanya membagi
masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode:
Periode Pertama
(132-232 H/750-874 M)
Periode Pengaruh Persia
Pertama
Sebagaimana diketahui Daulah Bani Abbasiyah
didirikan oleh Abu Abbas. Dikatakan demikian, karena dalam Daulah Abbasiyah
berkuasa dua dinasti lain disamping Dinasti Abbasiyah. Ternyata dia tidak lama
berkuasa, hanya 4 tahun. Pengembangan dalam arti sesungguhnya dilakukan oleh
penggantinya, yaitu Abu Ja’far al-Mansur (754-775 M). Dia memerintah dengan
kejam, yang merupakan modal bagi tercapainya masa kejayaan Daulah Abbasiyah.
Pada periode awal pemerintahan Dinasti Abbasiyah
masih menekankan pada kebijakkan perluasan daerah. Kalau dasar-dasar
pemerintahan Daulah Abbasiyah ini telah diletakkan dan di bangun oleh Abu Abbas
as-Safak dan Abu Ja’far al-Mansur, maka puncak keemasan dinasti ini berada pada
tujuh khalifah sesudahnya, sejak masa khalifah al-Mahdi (775-785 M) hingga
khalifah al-Wasiq (842-847 M). zaman keemasan telah dimulai pada pemerintahan
pengganti khalifah al-Ja’far, dan mencapai puncaknya di masa pemerintahan Harun
al-Rasyid. Dimasa-masa itu para khalifah mengembangkan berbagai jenis kesenian,
terutama kesusteraan pada khususnya dan kebudayaan pada umumnya.
Periode Kedua (232-334
H/874-945 M)
Masa Pengaruh Turki
pertama
Kebijakkan khalifah al-Mukasim untuk memilih anasir
Turki dalam ketentaraan kekhalifahan Abbasiyah dilatarbelakangi oleh adanya persaingan antara golongan Arab dan
Persia pada masa al-Makmun dan sebelumnya. Khalifah al-Mutawakil (842-861 M)
merupakan awal dari periode ini adalah khalifah yang lemah.
Pemberontakkan masih bermunculan dalam periode ini,
seperti pemberontakkan Zanj di dataran rendah Irak selatan dan Karamitah yang
berkuasa di Bahrain. Faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran Bani
Abbas pada periode ini adalah : Pertama, luasnya
wilayah kekuasaan yang harus dikendalikan, sementara komunikasi lambat. Kedua, profesionalisasi tentara
menyebabkan ketergantungan kepada mereka menjadi sangat tinggi. Ketiga, kesulitan keuangan karena beban
pembiayaan tentara sangat besar. Setelah kekuatan militer merosot, khalifah
tidak sanggup lagi memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.
Periode Ketiga (334-447
H/945-1055 M)
Masa kekuasaan dinasti Buwaihi, disebut juga masa
pengaruh Persia kedua posisi Daulah Abbasiyah yang berada di bawah kekuasaan
Bani Buwaihi merupakan cirri utama periode ketiga ini. Keadaan khalifah lebih
buruk ketimbang di masa sebelumnya, lebih-lebih karena Bani Buwaihi menganut
aliran Syi’ah. Akibatnya kedudukan khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang
diperintah dan diberi gaji. Sementara itu Bani Buwaihi telah membagi
kekuasaannya kepada tiga bersaudara. Ali menguasai wilayah bagian selatan
Persia, Hasan menguasai wilayah bagian utara, dan Ahmad menguasai wilayah
al-Ahwaz, Wasith, dan Baghdad. Baghdad dalam periode ini tidak sebagai pusat
pemerintahan Islam, krena telah pindah ke Syiraz di mana berkuasa Ali bin
Buwaihi.
Periode Keempat
(447-590 H/1055-1194 M)
Masa kekuasaan Bani Saljuk, disebut juga masa
pengaruh Turki kedua Periode keempat ini ditandai oleh kekuasaan Bani Saljuk
dalam Daulah Abbasiyah. Kehadirannya atas undangan khalifah untuk melumpuhkan kekuatan
Bani Buwaihi di Baghdad. Keadaan khalifah memang sudah membaik, paling tidak
karena kewibawaannya dalam bidang agama sudah kembali setelah beberapa lama
dikuasai orang-orang Syiah.
Periode Kelima (590-656
H/1199-1258 M)
Masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tapi
kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad. Telah terjadi perubahan
besar-besaran dalam periode ini. Pada periode ini, khalifah Abbasiyah tidak
lagi berada di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa,
tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah
menunjukkan kelemahan politiknya, pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar
menghancurkan Baghdad tanpa perlawanan pada tahun 656 H/1256 M.
C. Kemajuan
Dinasti Abbasiyah
Peradaban
Islam mengalami puncak kejayaan pada masa Dinasti Abbasiyah. Di buktikan dengan
menerjemahkan naskah-naskah asing terutama yang berbahasa Yunani ke dalam
bahasa Arab, pendirian pusat ilmu pengetahuan dan perpustakaan Bait al-Hikmah dan terbentuknya madzhab-madzhab
ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai buah dari kebebasan berfikir yang
menjadi cirri khas.
Kemajuan
peradaban Islam sebagian disebabkan oleh stabilitas politik dan kemajuan
ekonomi kerajaan yang pusat kekuasaannya terletak di Baghdad. Adapun kemajuan
peradaban Islam yang dibuat oleh Dinasti Abbasiyah adalah :
1. Bidang
Politik dan Pemerintahan
Kemajuan politik
dan pemerintahan yang dilakukan oleh Dinasti Abbasiyah :
a. Memindahkan
pusat pemerintahan dari Damaskus ke Baghdad. Kemudian menjadikan Baghdad
sebagai pusat kegiatan politik, ekonomi, social dan kebudayaan. Dijadikan “kota
pintu terbuka” sehingga segala macam bangsa yang menganut berbagai keyakinan
diizinkan bermukim didalamnya. Dengan demikian jadilah Baghdad sebagai kota
internasional yang sangat sibuk dan ramai.
b. Membentuk
Wizarat untuk membantu khalifah dalam
menjalankan pemerintahan Negara. Yaitu Wizaratul
Tanfiz sebagai pembantuk khalifah dan bekerja atas nama khllifah dan Wizaratul Rafwidl sebagai orang yang
diberi kuasa untuk memimpin pemerintah, sedangkan khalifah sendiri hanya
sebagai lambing.
c. Membentuk
Diwanul Kitaabah (Sekretaris Negara)
yang tugasnya menjlankan tata usaha Negara.
d. Membentuk
Nidhamul Idary al-Markazy yaitu sentralisasi
wilayah dengan cara wilayah jajahan dibagi dalam beberapa provinsi yang
dinamakan Imaarat, dengan gubernurnya
yang bergelar Amir atau Hakim. Kepala daerah hanya diberikan hak
otonomi terbatas, yang mendapat otonomi penuh adalah “al-Qura” atau desa dengan kepala desa yang bergelar Syaikh al-Qariyah. Hal ini jelas untuk
membatasi kewenangan kepala daerah agar tidak menyusun pasukkan untuk melawan
Baghdad.
e. Membentuk
Amirul Umara yaitu panglima besar
angkatan perang Islam untuk menggantikan posisi khalifah dalam keadaan darurat.
f. Memperluas
fungsi Baitul Maal, dengan cara
membentuk tiga dewan; Diwanul Khazaanah untuk
mengurusi keuangan Negara, Diwanul
al-Azra’u untuk mengurusi kekayaan Negara dan Diwan Khazaainus Sila, untuk mengurus perlengkapan angkatan perang.
g. Menetapkan
tanda kebesaran seperti al-Burdah yaitu
pakaian kebesaran yang berasal dari Rasul, al-Khatim
yaitu cincin stempel dan al-Qadlib semacam
pedang, dan kehormatan. Al-Khutbah, pembacaan
doa bagi khalifah dalam khutbah Jum’at, as-Sikkah,
pencantuman nama khalifah atas mata uang dan Ath-Thiraz, lambing khalifah yang harus dipakai oleh tentara dan
pegawai pemerintah untuk khalifah.
h. Membentuk
organisasi kehakiman, Qiwan Qadlil Qudha (Mahkamah
Agung), dan al-sutrah al-Qadlaiyah (jabatan
kejaksan), Qudhah al-Aqaalim (hakim
provinsi yang mengetahui Pengadilan Tinggi), serta Qudlah al-Amsaar (hakim kota yang mengetahui Pengadilan negeri).
i.
Bidang Ekonomi pada
masa awal pemerintahan Abbasiyah, pertumbuhan ekonomi cukup stabil, devisa
Negara penuh melimpah. Khalifah al-Mansur adalah tokoh ekonomi Abbasiyah yang
telah mampu meletakkan dasar-dasar yang kuat dalam bidang ekonomi dan keungan
Negara (Baitul Maal).
2. Bidang
Pertanian
Di
sektor pertanian, pemerintah membangun sistem irigasi dank anal di sungai
Eufrat dan Tigris yang mengalir sampai teluk Persia, sehingga tidak ada lagi
daerah pertanian yang tidak terjangkau irigasi. Kemudian kota Baghdad di
samping sebagai kota politik agama, dan kebudayaan, juga merupakan kota
perdagangan terbesar di dunia, sedangkan Damaskus merupakan kota kedua. Sungai
Tigris dan Eufrat menjadi kota transit perdagangan antar wilayah-wilayah Timur
seperti Persia, India, China dan nusantara dan wilayah Barat seperti Eropa dan
Afrika Utara sebelum ditemukan jalan laut menuju Timur melalui Tanjung Harapan
di Afrika Selatan. Selain itu, barang-barang hasil dari wilayah bagian Barat.
Di kerajaan ini juga, sudah terdapat berbagai macam industri seperti kain Linen
di Mesir, Sutra di Suriah dan Irak, Kertas di Samarkand, serta hasil-hasil
pertanian seperti Gandum dari Mesir dan Kurma dari Irak.
3. Lembaga
dan Kegiatan Ilmu Pengetahuan
Pada
masa Dinasti Abbasiyah pengembangan keilmuan dan teknologi diarahkan ke dalam Ma’had. Lembaga ini dikenal ada dua
tingkatan. Pertama, Maktab/Kuttab dan
Masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal
dasar-dasar bacaan, menghitung, menulis, anak-anak remaja belajar dasar-dasar
ilmu agama serta tempat pengajian dari ulama-ulama yang merupakan
kelompok-kelompok (Khaliqah), tempat
berdiskusi dan Munazarah dalam
berbagai ilmu pengetahuan dan juga dilengkapi dengan ruangan perpustakaan
dengan buku-buku dari berbagai macam disiplin ilmu. Disamping itu, di
masjid-masjid ini dilengkapi juga dengan berbagai macam fasilitas pendidikan
penunjang lainnya. Kedua, bagi
pelajar yang ingin mendalami ilmunya, bias pergi keluar daerah atau ke
masjid-masjid atau bahkan ke rumah-rumah gurunya. Karena semakin berkembangnya
ilmu pengetahuan, baik mengenai agama maupun umum maka semakin banyak khalaqah-khalaqah (lingkaran
pengajaran), yang tidak mungkin tertampung di dalam ruang masjid. Maka pada
perkembangan selanjutnya mulai di buka madrasah-madrasah yang di pelopori oleh
Nizhamul Muluk. Lembaga inilah yang kemudian yang berkembang pada masa Dibasti
Abbasiyah. Madrasah ini dapat di temukan di Baghdad, Balkar, Isfahan, Basrah,
Musail dan kota lainnya mulai dari tingkat rendah, menengah, serta meliputi segala
bidang ilmu pengetahuan.
4. Gerakkan
Penerjemah
Pelopor
gerakkan penerjemah pada awal pemerintahan Dinasti Abbasiyah adalah khalifah
al-Mansur yang juga membangun kota Baghdad. Dia mempekerjakan orang-orang
Persia yang baru masuk Islam seperti Nuwbhat, Ibrahim al-Fazari dan Ali Ibnu
Isa untuk menerjemahkan karya-karya berbahasa Persia dalam bidang Astronomi
yang sangat berguna bagi khalifah dengan baik dari darat maupun laut.
Buku
tentang ketatanegaraan dan politik serta moral seperti kalila wa Dimma Sindhind dalam bahasa Persia diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab. Selain itu, Manuskrip berbahasa Yunani seperti logika karya Aristoteles, Al-Magest karya Ptolemy, Arithmetic karya Nicomachus dan Gerase, Geometri karya Euclid. Manuskrip lain
yang berbahasa Yunani Klasik, Yunani Bizantium dan Bahasa Pahlavi (Persia
Pertengahan), bahasa Neo-Persia dan bahasa Syiria juga di terjemahkan.
Penerjemahan
secara langsung dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab dipelopori oleh Hunayn
Ibn Isyaq (w. 873 H) seorang penganut Nasrani dari Syiria. Dia memperkenalkan
metode penerjemahan baru yaitu menerjemahkan kalimat, bukan kata per kata.
Metode ini lebih dapat memahami isi naskah karena struktur kalimat dalam bahasa
Yunani berbeda dengan struktur kalimat dalam bahasa Arab.
Pada
masa al-Ma’mun karena keinginan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan demikian
pesat, dia membentuk tim penerjemah yang diketahui langsung oleh Hunayn Ibn
Isyaq sendiri, dibantu Ishaq anaknya dan Hubaish keponakannya serta ilmuwan lain
seperti Qusta Ibn Luqa, Jocabite seorang Kristen, Abu Bisr Matta Ibn Yunus
seorang Kristen Nestorian, Ibn A’di, Yahya Ibn Bitriq dan lain-lain. Tim ini
bertugas menerjemahkan naskah-naskah Yunani terutama yang berisi ilmu-ilmu yang
sangat diperlukan seperti kedokteran. Keberhasilan penerjemahan juga didukung
oleh fleksibilitas bahasa Arab dalam menyerap bahasa Asing dan kejayaan
kosakata bahasa Arab.
5. Baitul
Hikmah
Baitul Hikmah merupakan
perpustakaan yang juga berfungsi sebagai pengembangan ilmu pengetahuan.
Institusi ini adalah kelanjutan dari Jandishapur
Academy yang ada pada masa Sasania Persia. Namun, berbeda dari institusi
pada masa Sasania yang hanya menyimpan puisi-puisi dan cerita-cerita untuk
raja, pada masa Abbasyiah institusi ini diperluas kegunaannya. Pada masa Harun
Ar-Rasyid institusi ini bernama Khizanah al-Hikmah (Khazanah Kebijaksanaan)
yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian.
Sejak
tahun 815 M, al-Ma’mun mengembangkan lembaga ini dan diubah namanya menjadi
Bait al-hikmah. Pada masa ini juga, Bait
al-Hikmah dipergunakan secara lebih modern yaitu sebagai penyimpanan
buku-buku kuno yang didapat dari Persia, Byzantium, bahkan Ethiopya dan India.
Selain itu Bait al-Hikmah berfungsi
sebagai kegitan studi dan riset astronomi untuk meneliti perbintangan dan
matematika. Di intitusi ini al-ma’mun memperkerjakan Muhammad Ibn Hawarizmi
yang ahli bidang al-Jabar dan Astronomi dan orang-orang Persia bahkan Direktur
perpustakaan adalah seorang nasionalis Persia dan ahli Pahlewi Sahl Ibn Harun.
4. Bidang
Keagamaan
Pada
masa Abbasyiah, ilmu dan metode tafsir mulai berkembang, terutama dua metode
penafsiran, yaitu Tafsir bil al-Ma’tsur dan
Tafsir bi al-Ra’yi. Tokoh tafsir
terkenal seperti Ibn Jarir at-Tabary, Ibn atiyah, Abu bakar Asam (Mu’tazilah),
Abu Muslim Muhammad Ibn Bahr Isfahany (Mu’tazilah), dll.
Dalam
bidang hadits, mulai dikenal ilmu pengklasifikasian hadits secara sistematis
dan kronologis seperti, Shahih, Dhaif, dan
Maudhu’. Bahkan juga sudah
diketemukan kritik Sanad, dan Matan, sehingga terlihat Jarrah dan Takdil Rawi yang meriwayatkan Hadits tersebut. Ahli hasits terkenal dizaman ini adalah Imam
Bukhari (w 256 H), Imam Muslim (w 261 H), Ibn Majah (w 273 H), Abu Daud (w 275
H), at Tirmidzi, An-nasa’I (303 H), dll.
Dalam
bidang Fiqh, muncul kitab Majmu’ al-Fiqh karya Zaid Ibn Ali (w740)
yang berisi tentang Fiqh Syi’ah Zaidiyah. Kemudian lahir Fuqaha seperti Imam
Hanafi (w 767), seorang hakim agung dan pendiri Madzab Hanafi, Malik ibn Anas
(w 795), Muhammad Ibn Idris as-Syafa’e( 820 M), Imam Ahmad Ibn Hambal (w 855).
Dalam
bidang filsafat dan ilmu kalam, lahir pada filosofis Islam terkemuka seperti
Ya’qub Ibn Ishaq al-Kindi, Abu Nashr Muhammad al-Farabi, Ibn Barjah, Ibn
Tufail, dan Imam Gahzali. Dan ilmu Kalam, Mu’tazilah pernah menjadi Mazhab
utama pada masa Harun Ar-Rasyid dan al-ma’mun. diantara ahli ilmu kalam adalah
Washil Ibn Atha’, Abu Huzail al-Allaf, adh Dhaam, Abu Hasan Asy-ary, dan Imam
Ghazali.
Ilmu
Lughah juga berkembang dengan pesat
karena bahasa Arab semakin dewasa dan memerlukan suatu ilmu bahasa yang
menyeluruh. Ilmu bahasa yang dimaksud adalah Nahwu, Sharaf, Ma-ani, Bayan, Badi, Arudh, dan Insya. Ulama Lughah yang terkenal adalah Sibawaih (w
183), Mu’az al-harra (w 187), Ali Ibn Hamzah al-kisai (w 208 H), dll.
Ilmu
Tasawuf berkembang pesat terutama pada masa Abbasyiah II dan seterusnya.
Diantara tokoh tasawuf yang terkenal adalah al-Quraisyiri (w 456 H),
Syahabbudin (w 632 H), Imam al-Ghazali (w 502 H) dan lain-lain.
5. Kemajuan
Ilmu Pengetahuan, Sains dan Teknologi
Adapun kemajuan
yang dicapai umat Islam pada masa Dinasty Abbasyiah dalam bidang ilmu
pengetahuan, sains dan teknologi adalah
a) Astronomi,
Muhammad Ibn Ibrahim al-farazi (w 777 M), ia adalah astronom muslim pertama
yang membuat astrobe, yaitu alat untuk mengukur ketinggian bintang. Disamping
itu, masih ada ilmuwan-ilmuwan Islam lainnya, seperti Ali Ibn Isa al-Asturlabi,
al-Farghani, al-battani, al-Khayyan dan al-Tusi.
b) Kedokteran,
pada masa ini dokter pertama yang terkenal adalah Ali Ibn Rabban al-Tabari pengarang
buku Firdaus al-Hikmah tahun 850 M,
tokoh lainnya adalah ak-razi, al-Farabi, dan Ibn Sina.
c) Ilmu
Kimia, bapak Kimia Islam adalah jabi Ibn hayyan (w 815 M), al-Razi, dan
al-Tuqrai yang hidup pada abad ke 12 M.
d) Sejarah
dan Geografi, pada masa ini sejarawan ternama abad ke 3 H adalah ahmad Ibn
al-Yakubi, Abu Ja’far Muhammad Ja’far Ibn Jarir al-Tabari. Kemudian ahli Bumi
termasyur adalah Ibn Khurdazabah (w 913 H).
e)
Matematika, ahli matematika Islam yang terkenal
ialah Al- Khawarizmi, seorang yang menemukan angka nol (0), sedangkan angka 1,
2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 0, disebut juga “Angka Arab”.
6. Kemunduran
Dinasti Abbasiyah
Agama Islam yang dalam hal ini
memberikan corak kepemimpinan yang disebut sebagai khalifah tentunya memiliki
tawaran tersendiri yang memang dianggap pas untuk menjadi penengah di dunia
Islam. Salah satu potensi yang dimiliki oleh orang-orang Islam yang menjadikan
Al-Qur’an sebagai pedoman adalah, Islam betul-betul mampu menawarkan pemecahan
yang damai terhadap segala penyakir sosial. Kedua, mampu menyediakan kesempatan
dalam spectrum yang luas bagi aktivis sosial muslim, yang ketiga adalah mampu
membangun ikatan kemanusiaan yang mungkin belum pernah ada sebelumnya. Gambaran
tersebut tentunya mengisyaratkan bahwa bangunan kekuasaan dalam hal ini (dapat
dikonotasikan sebagai kepemimpinan) akan berjalan lancar ketika mengupayakan
tiga potensi sebagaimana diuraikan di atas. Sebaliknya, jika mengupayakan suatu
bangunan (kepemimpinan) yang tidak berdasar pada konsep Islam (salah satunya
adalah taqwa) maka akan terjadi keruntuhan, bahkan kebinasaan yang menghinakan.
Hal ini telah Allah wahyukan di dalam Al-Qur’an sebagaimana terdapat dalam Q.S
At-Taubah 9 : 109 berikut
:
ô`yJsùr& [¢r& ¼çmuZ»uø^ç/ 4n?tã 3uqø)s? ÆÏB «!$# AbºuqôÊÍur îöyz Pr& ô`¨B }§¢r& ¼çmuZ»uø^ç/ 4n?tã $xÿx© >$ãã_ 9$yd u$pk÷X$$sù ¾ÏmÎ/ Îû Í$tR tL©èygy_ 3 ª!$#ur w Ïöku tPöqs)ø9$# úüÏJÎ=»©à9$# ÇÊÉÒÈ
Artinya
: “Maka Apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar taqwa kepada
Allah dan keridhaan-(Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan
bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama
dengan Dia ke dalam neraka Jahannam. dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada
orang- orang yang zalim”.
Sejak
periode pertama, sebenarnya banyak tantangan dan gangguan yang dihadapi Dinasti
Abbasiyah.Abbasiyah
lambat laun mengalami kemunduran sebab-sebab kemunduran Dinasti ini di latar
belakangi oleh factor internal dan eksternal.
Propaganda dengan cara menghasut dan menyombongkan diri (membanggakan
kelompoknya sendiri) yang dilakukan oleh Bani Abbas sangat bertentangan dengan
politik Islam dalam al-Qur’an surat al-Qashash ayat 83
dikatakan :
y7ù=Ï? â#¤$!$# äotÅzFy$# $ygè=yèøgwU tûïÏ%©#Ï9 w tbrßÌã #vqè=ãæ Îû ÇÚöF{$# wur #Y$|¡sù 4 èpt7É)»yèø9$#ur tûüÉ)FßJù=Ï9 ÇÑÌÈ
Artinya : “Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk
orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka)
bumi. dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.”
Ada dua faktor yang menyebabkan
runtuhnya Dinasti Abbasiyah, yaitu faktor Internal (dari dalam sendiri), dan
faktor eksternal (dari luar).
Faktor internal diantaranya. Pertama, perebutan
kekuaasaan antar keluarga merupakan pemicu awal yang akhirnya berimplikasi
panjang terhadap kehidupan khalifah selanjutnya, terutama suksesi setelah Harun
ar-Rasyid. Perebutan antara al-Amien dan al-Ma’mun yang memicu perang sipil
besar yang pada akhirnya melemahkan kekuatan militer Abbasiyah dan control
terhadap provinsi-provimsi di bawah kekuasaan Abbasiyah. Selanjutnya dari
perebutan tersebut melahirkan orang-orang yang tidak kompeten, ditambah lagi
terjadi pemisahan antara agama dan politik. Akibatnya terjadi penyalahgunaan
kekuasaan dengan cara hidup dalam kemewahan dan pesta potra di Istana karena
agama tidak lagi menjadi pengawas. Seperti al-Mutawakkil memiliki 4000 orang
selir semuanya pernah tidur seranjang dengan dia. Khalifah al-Mutazz (khalifah
ke-13) menggunakan pelana emas dan baju berhiaskan emas.
Kemudian menurut Abu A’la
al-Maududi ketika konsep khalifah digantikan dengan system kerajaan maka tiada
lagi keahlian kepemimpinan yang mencakup segalanya baik dalam politik maupun
agama. Sehingga keberhasilan raja-raja tidak mendapatkan penghargaan dan
kewibawaan moral dihati rakyat, walaupun mereka mampu menaklukkan rakyat dengan
kekuasaan dan kekuatan, dan mengeksploitasi mereka demi tujuan politisnya.
Selain itu secara Sosiologis system kerajaan akan menciptakan paradigma
berfikir peodalistik anti kritik, sehingga mudah sekali terjadi
penyimpangan-penyimpangan di dalamnya. Kedua,
perpecahan di bidang akidah dan di bidang madzhab, yang masing-masing
kelompok saling mengklaim paling benar, sehingga memunculkan sikap fanatisme
berlebihan. Bahkan khalifah al-Ma’mun melancarkan gerakkan pambasmian kepada
orang-orang yang tidak mau tunduk kepada madzhab Mu’tazillah. Hal tersebut
kemudian diikuti kembali oleh al-Mutawakkil yang membasmi terhadap golongan
Mu’tazillah yang berlebihan akibatnya muncul justifikasi bahwa Baitul Maal adalah milik penguasa, bukan
milik umat. Sehingga tidak seorangpun berhak meminta uang itu kemudian. Hal ini
memancing reaksi negative dari masyarakat pemberontakan. Masalah ini sebenarnya
sudah diperingatkan oleh Rasulullah SAW lewat sabdanya :
“Semakin dekat
seseorang pada kursi kekuasaan, semakin jauhlah dia dari Tuhan; semakin banyak
jumlah pengikut yang dilmilikinya, semakin jahatlah ia; semakin banyak kekayaan
yamg dipunyainya, semakin ketat pulalah perhitungannya.”
Kemudian faktor eksternal yang
menyebabkan runtuhnya Dinasti Abbasiyah adalah; Pertama, pemberontakkan terus menerus
yang dilakukan oleh kelompok Khawarij, Syi’ah, Murjiah, Ahlusunnah, dan bekas
pendukung Dinasti Umayyah yang berpusat di Syiria menyebabkan penguasa
Abbasiyah harus selalu membeli perwira pasukkan dari Turki dan Persia.
Konsekuensinya meningkat terus ketergantungan pada tentara bayaran dan ini pada
gilirannya menguras kas Negara secara financial. Kedua, memberikan kebaikan berlebihan kepada orang-orang Persia dan
Turki, Shatariyah di Fars, Samaniyah di Ttansxania, Sajiyyah di Azerbaijan,
Buwaihah di Baghdad semuanya dari bangsa Persia. Sedangkan kerajaan yang
didirikan oleh orang-orang Turki adalah Thuluniyah di Mesir, Ikhsyidiyah di
Turkistan, Ghaznawiyah di Afghanistan dan dilanjukan munculnya Dinasti-Dinasti
merdeka Umayyah di Andalusia, Fathimiyah di Afrika Utara, Idrisiyah di Maroko,
Rustamiyah, Aghlabiyah, Ziriyyah, Hammadiyah di Jazirah dan Syiria,
al-Murabitun, al-Muwahidun di Afrika Utara, Marwaniyah di Diyarbakar, dll. Ketiga, serangan bangsa Mongol yang di
pimpin oleh Hulaqu Khan. Baghdad di bumi hanguskan dan diratakan dengan tanah.
Khalifah al-Musta’sim dan keluarganya di bunuh, buku-buku yang terkumpul di Baitul Hikmah di bakar dan di buang ke
sungai Tigris sehingga berubahlah warna air sungai tersebut menjadi hitam kelam
karena lunturan tinta dari buku-buku itu.
Faktor lain yang menyebabkan peran politik bani Abbas
menurun adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan. Hal ini sebenarnya
juga terjadi pada pemerintahan-perintahan Islam sebelumnya, tetapi apa yang
terjadi pada pemerintahan Abbasiyah berbeda pada pemerintahan sebelumnya.
Dalam
suatu referensi, Periode kepemimpinan Bani Abbas dibagi menjadi dua fase. Fase
pembagian ini didasarkan pada Kemajuan dan keruntuhan Daulat Bani Abbas. Fase
pertama ditandai dengan perkembangan Daulat Bani Abbas, sedangkan fase kedua
ditandai dengan masa kemunduran Khalifah Bani Abbas.
Kalau
ditanya, apa sebenarnya yang menyebabkan hancur dan ambruknya pemerintahan
Abbasiyah. Mungkin bisa kita ringkas sebab-sebab kehancuran pemerintahan
Abbasiyah sebagai berikut;
1. Munculnya pemberontakan keagamaan
seperti pemberontakan Zinj, Gerakan Qaramithah, Hasyasiyun, Serta Munculnya
pemerintahan Ubaidiyah dan kerakan kebatinan.
2. Adanya dominasi militer atas
khalifah dan kekuasaan mereka sehingga banyak menghinakan dan merendahkan para
khalifah dan rakyat.
3. Munculnya kesenangan terhadap materi
karena kemudahan hidup yang tersedia saat itu.
4. Faktor yang paling berbahaya dan
menjadi ancaman terbesar bagi kekuasaan khalifah Bani Abbasiya adalah karena
mereka telah melupakan salah satu pilar terpenting dari Rukun Islam, yakni
Jihad. Andaikata mereka mengarahkan potensi dan energi umat untuk melawan
orang-orag salib, tidak akan muncul pemberontakan-pemberontakan yang muncul
didalam negeri yang ujungnya hanya mengghancurkan pemerintahan Abbasiyah.
5. Munculnya serangan orang-orang
Mongolia yang mengakhiri semua perjalanan pemerintahan Bani Abbasiyah.
Disintegrasi
akibat kebijakan untuk lebih mengutamakan pembinaan peradaban dan kebudayaan
Islam darpada politik, provinsi-provinsi tertentu di Pinggiran mulai melepaskan
diri dari genggaman penguasa Bani Abbasiyah. Mereka tidak sekedar memisahkan
diri dari kekuasaan khalifah, tetapi memberontak dan berusaha merebut pusat
kekuasaan di bagdad. Hal ini dimanfaatkan oleh pihak luar dan banyak
mengobankan umat, yang berarti juga menghancurkan sumber daya mannusia.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sejarah
dan Awal Berdirinya Pemerintahan Abbasiyah adalah dikarenakan pada masa
pemeritahan Bani Umayyah pada masa pemerintahan Khalifah Hasyim bin Abdi
al-Malik muncul kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan
Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang dipelopori
keturunan al-Abbas bin Abdul al-Muthalib. Gerakkan ini mendapat dukungan penuh
dari golongan syiah dan kaum mawali yang merasa di kelas duakan oleh
pemerintaan Bani Umayyah.
Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang dipelopori keturunan
al-Abbas ibn abd al-Muthalib. Gerakkan ini mendapat dukungan penuh dari
golongan syiah dan kaum mawali yang merasa di kelas duakan oleh pemerintahan
Bani Umayyah. Pada waktu itu ada beberapa factor yang menyebabkan dinasti
Umayyah lemah dan membawahnya kepada kehancuran, akhirnya pada tahun 132 H (750
M) tumbanglah Daulah Umayyah dengan terbunuhnya khalifah terakhir yaitu Marwan
bin Muhammad dan pada tahun itu berdirilah kekuasaan Dinasti Bani Abbas atau
khalifah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini keturunan
al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW, dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah ibn al-Abbas.
2. Pemerintahan
Abbasiyah adalah berketurunan dari pada al-Abbas, paman Nabi SAW pendiri
kerajaan al-Abbas as-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas, dan
pendiriannya di anggap suatu kemenangan bagi idea yang dianjurkan oleh kalangan
Bani Hasyim setelah kewafatan Rasulullah SAW agar jabatan khalifah diserahkan
kepada keluarga Rasul dan sanak saudaranya.
Tetapi idea ini telah dikalahkan di zaman permulaan Islam, di mana pemikiran
Islam yang sehat menetapkan bahwa jabatan khalifah itu adalah milik kepunyaan
seluruh kaum Muslimin, dan mereka berhak melantik siapa saja antara kalangan
mereka untuk menjadi ketua setelah mendapat dukungan. Tetapi orang-orang Parsi
yang masih berpegang kepada prinsip hak ketuhanan yang suci, terus berusaha
menyebarkan prinsip tersebut, sehingga mereka berhasil membawah Bani Hasyim ke
tampuk pemerintahan. Selama dinasti ini berkuasa, pada pemerintahan yang
diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, social dan budaya.
Daulah
Bani Abbasiyah diambil dari nama al-Abbas bin Abdul Mutholib, paman Nabi
Muhammad SAW. Pendirinya ialah Abdullah as-Saffah bin Alibin Abdullah bin
al-Abbas, atau lebih dikenal dengan sebutan Abdul Abbas as-Saffah. Daulah Bani
Abbasiyah berdiri antara tahun 132-656 H / 750-1258 M.
lima abad setengah abad lamanya keluarga Abbasiyah menduduki singgasana
khilafah Islamiyah. Pusat pemerintahannya di kota Baghdad.
Tokoh
pendiri Daulah Bani Abbasiyah adalah Abdul Abbas as-Saffah, Abu Ja’far
al-Mansur, Ibrahim al-Imam dan Abu Muslim al-Khurasani, Bani Abbasiyah
mempunyai kholifah sebanyak 37 orang. Dari masa pemerintahan Abdul Abbas
as-Saffah sampai Khalifah al-Wasiq Billah agama Islam mencapai zaman keemasan
(132-232 H / 749-879 M). dan pada masa kholifah al-Mutawakkil sampai
dengan al-Mu’tasim, Islam mengalami masa kemunduran dan keruntuhan akibat
serangan bangsa Mongol Tartar pimpinan Hulakho Khan pada tahun 656 H/1258 M.
3. Masa
Pemerintahan Abbasiyah adalah :
1.
Periode
Pertama (132-232 H/750-847 M) Periode
Pengaruh Persia Pertama
2.
Periode
Kedua (232-334 H/847-945 M) Masa
Pengaruh Turki Pertama
3.
Periode
Ketiga (334-447 H/945-1055 M)
4.
Periode
Keempat (447-590 H/1055-1194 M)
5.
Periode
Kelima (590-656 H/1194-1258 M)
4. Masa
kemajuan Abbasiyah selama beberapa decade pasca berdirinya pada tahun
132H/750M, Dinasti Abbasiyah berhasil melakukan konsoidasi internal dan
memperkuat control atas wilayah-wilayah yang mereka kuasai. Era kepemimpinan
khalifah kedua, Abu Ja’far ibn ‘Abdullah ibn Muhammad al-Mansur (137-158
H/754-775 M), menjadi titik yang cukup krusial dalam proses stabilisasi
kekuasaan ini ketika ia mengambil dua langkah besar dalam sejarah
kepemimpinannya. Yaitu; Pertama,
menyingkirkan para musuh maupun bakal calon musuh (potential and actual rivals) serta menumpas sejumlah perlawanan
local di beberapa wilayah kedaulatan Abbasiyah; Kedua, meninggalkan al-Anbar dan membangun Baghdad sebagai ibukota
baru, yang beberapa saat kemudian menjadi lokus aktivitas ekonomi, budaya dan
keilmuan dunia Muslim saat itu.
5. Masa
Kemunduran dan Kejatuhan Abbasiyah yaitu kejayaan Abbasiyah tupanya hanya
sampai periode pertama dari tiga periode yang dipaparkan diatas, setelah itu
Abbasiyah mengalami kemunduran. Di antara sebab-sebab kemunduran itu ialah
hidup mewah yang terjadi pada para khalifah Abbasiyah dan keluarga serta para
pejabatnya karena harta kekayaan yng melimpah dari hasil wilayah yang luas,
ditambah lagi dengan industry olahan yang melimpah dan tanah yang subur serta
pendapatan pajak dari pelabuhan-pelabuhan yang menghubungkan antara dunia Barat
dan Timur
B. Saran
Mungkin
makalah yang saya buat ini belumlah sempurna dan benar dalam penulisan ataupun
system penyusunan makalah, dan kiranya teman-teman ataupun dosen agar dapat
membimbing pemakalah dalam penulisan makalah yang baik, tepat, benar dan lebih
ilmiah lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Su’ud, Islamologi, Jakarta : PT. Rineka Cipta,
2003.
Aen, Nurol, Sejarah Peradaban
Islam, Bandung : CV Pustaka Setia, 2008.
Agus, Sunyoto, Suluk Abdul Jalil, Perjalanan RuhaniSyaikh Siti Jenar, Cet. VI,
Yogyakarta : PT LKIS Pelangi Aksara, 2006.
Ahmad, Al-Usairy, Sejarah Islam (Sejak Zaman Nabi Adam Hingga
Abad XX), Cet.I, Jakarta : Penerbit Akbar Media, 2010.
Ahmed, Akbar S, Citra Islam (Tinjauan Sejarah dan
Sosiologi), Cet. 1, Jakarta : Erlangga, 1992.
Al-Maududi,
Abdul A’la, Khilafah & Kerajaan, Bandung
: PT. Mizan, 1994.
Al-Qur’an Departemen Agama Republik
Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Juz
1 – Juz 30. Semarang : PT. Karya Toha Putra,2002.
Dedi,
Supriady, Sejarah Peradaban Islam, Cet.
X, Bandung : Penerbit Pustaka Setia, 2008.
Hitti, K. Philip, History Of The Arabs diterjemahkan dari
History Of Arabs, Jakarta : PT. Serambi Ilmu Serambi, 2005.
Karim, Abdul M, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta
: Pustaka Book Publisher, 2007.
Lapidus,
Ira, Sejarah Sosialt Islam, Jakarta :
Rajawali Press, 1999
.
Mubarok, Jain, Sejarah Peradaban
Islam, Bandung:Pustaka Bani Quraisy, 2005.
Saefudin, Didin, Zaman Keemasan Islam Rekonstruksi Sejarah
Imperium Dinasti Abbasiyah, Jakarta : PT. Grasindo, 2002.
Sunanto,
Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Bogor
: Prenada Media, 2003.
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Islam, Jakarta Timur : Prenada Media, 2003.
Syalaby,
A, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, Jakarta
: Al-Husna Zikra, 1997.
Thohir, Ajib, Perkembangan
Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
1981.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam Dirayah Islamiyah II, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2002.
http://baiza.blogdetik.com/2011/01/08/zaman
-keemasan-islam-era-dinasti-abbasiyah
http://wartanusa.blogspot.com/
BIODATA
Nama : Tirta Safira Modeong
Tempat Tanggal Lahir : Imandi,
05 Februari 1994
No. Hp : 082349019965
N.I.M : 11.2.3.077
Alamat Sekarang : Ma’had Putri Al-Jamiah
Alamat
Daerah : Kel. Imandi, Kec. Dumoga Timur, Kab.
Bolmong Induk
Kesan & Pesan Kpd
Dosen & Teman :
Saya sangat terkesan
cara bpk mengajar yg sangat menghargai pendapat & argumen setiap mahasiswa karena
menurut saya mahasiswa dengan di berinya ruang untuk bergerak maka semakin luas
peluang untuk kami mengembangkan potensi yang di berikan Allah SWT kepada kami &
disiplin dalam menerapkan waktu. Nasehat-nasehat & juga pesan-pesan moril
dari bpk. Sangatlah baik, & juga sifat humoris bpk. kemudian pesan saya
kedepan saya berharap mahasiswa bisa terlatih lebih disiplin lagi & lebih
aktif tidak hanya vakum dalam berdiskusi.
Kesan & pesan saya
kepd teman”, saya sangat senang bisa kenal dengan kalian semua, kedepannya saya
berharap kita lebih solid & tambah semangat dalam belajar karena dalam
diskusi kita masih terkesan vakum.
Nurol
Aen. Sejarah
Peradaban Islam, (Bandung:CV Pustaka Setia, 2008), h.07
M,
Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan
Peradaban Islam, (Yogyakarta : Pustaka Book Publisher, 2007), h. 67
Kitab Suci Al-Qur’an Departemen
Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan
Terjemahnya (Juz 1 – Juz 30. (Semarang : PT. Karya Toha Putra, 2002).
Al-Usairy Ahmad, Sejarah Islam (Sejak Zaman Nabi Adam Hingga
Abad XX),Cet.I, (Jakarta : PT. Akbar Media, 2010), h. 30
Sunyoto Agus, Suluk Abdul Jalil, Perjalanan RuhaniSyaikh Siti Jenar, Cet. VI,
(Yogyakarta : PT. LKiS Pelangi Aksara, September 2006), h. 105